1. Pengertian Ekonomi
Syariah
Dalam Bahasa Arab, kata ekonomi
diistilahkan dengan kata “iqtisad”
yang berasal dari akar kata Qasd yang
mempunyai magna dasar sederhana, hemat, sedang, lurus dan tengah-tengah. Sedang
kata “iqtisad”mempunyai magna
sederhana, penghematan dan kelurusan. Istilah ini kemudian mashur digunakan
sebagai istilah ekonomi dalam Bahasa Indonesia.[1]
Ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan
sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh
nilai-nilai Islam. Ada banyak
pendapat di seputar pengertian dan ruang lingkup ekonomi Islam. Dawan Rahardjo,
memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama,
yang dimagsud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau
ajaran Islam. Kedua yang dimagsud ekonomi Islam adalah sistem. Sistem
menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat
atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Sedangkan pilihan
ketiga. adalah ekonomi Islam
dalam pengertian perekonomian umat Islam. Dalam tulisan ini ekonomi Islam
menyangkut ketiganya dengan penekanan pada ekonomi Islam sebagai konsep dan
sistem ekonomi. Ketiga wilayah tersebut, yakni teori, sistem, dan kegiatan
ekonomi umat Islam merupakan tiga pilar yang harus membentuk sebuah sinergi.[2]
Menurut Adi Warman Karim, tiga
wilayah level (teori, sistem dan aktivitas) tersebut menjadi basis dalam upaya
penegakan syariah dalam bidang ekonomi Islam yang harus dilakukan secara
akumulatif. Dengan demikian diperlukan adanya upaya yang sinergi dengan
melibatkan seluruh komponen dalam rangka menegakkan Syari’ah dalam bidang
ekonomi.[3]
2. Dasar Hukum Ekonomi
Syariah
Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
a. Al-Quran
Alquran adalah sumber utama, asli,
abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul
Saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang
benar. Didalam Alquran banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi
Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang
peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.
b. Hadis
Setelah Alquran, sumber hukum
ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para pelaku ekonomi akan mengikuti
sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak terperinci secara lengkap
tentang hukum ekonomi tersebut.
c. Ijma’
Ijma' adalah sumber hukum yang
ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun cara
cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.
d. Qiyas
Qiyas merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan
sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah
pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran
analogi.
e. Istihsan, Istislah dan Istishab
Bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh
sebahagian kecil oleh keempat mazhab.[4]
2. Prinsip Dasar Ekonomi Syariah
a. Pengaturan Atas Kepemilikan
Kepemilikan dalam ekonomi Islam
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1)
Kepemilikan
Umum
Kepemilikan umum meliputi semua
sumber, baik yang keras, cair maupun gas, minyak bumi, besi, tembaga, emas, dan
temasuk yang tersimpan di perut bumi dan semua bentuk energi, juga industri
berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya
2)
Kepemilikan
Negara
Kepemilikan Negara meliputi semua
kekayaan yang diambil Negara seperti pajak dengan segala bentuknya serta
perdagangan, industri, dan pertanian yang diupayakan Negara diluar kepemilikan
umum, yang semuanya dibiayai oleh Negara sesuai dengan kepentingan Negara.
3)
Kepemilikan
Individu
Kepemilikan ini dapat dikelola oleh
setiap individu atau setiap orang sesuai dengan hukum atau norma syariat.[5]
b. Penghapusan Sistem Perbankan Ribawi
Sistem ekonomi dalam Islam
mengharamkan segala bentuk riba, baik riba nasiah maupun fadhal. Yang keduanya
memiliki unsur merugikan pihak lain yang termasuk di dalam aktifitas ekonomi
tersebut.[6]
c. Pengharaman Sistem Perdagangan Di Pasar
Non-Riil
Sistem ekonomi Islam melarang
penjualan komoditi sebelum barang menjadi milik dan dikuasai oleh penjualnya,
haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang seperti
perdagangan dipasar non-riil (vitual market).[7]
3. Ciri Sistem Ekonomi Syariah
a.
Multitype
Ownership (kepemilikan multijenis). Merupakan turunan dari nilai tauhid dan
adil. Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit,
bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk
mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian
kepemilikan swasta diakui. Namun untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak
ada penzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka
cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan nasionalisasi juga diakui.
b.
Freedom to
Act (kebebasan bertindak/berusaha). Merupakan turunan dari nubuwwah, adil,
dan khilafah. Freedom to act akan menciptakan mekanisme pasar dalam
perekonomian karena setiap individu bebas untuk bermuamalah. Dengan demikian
pemerintah bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah) pelaku-pelaku ekonomi serta
memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak
dilanggarnya syari’ah.
c.
Social
Justice (keadilan sosial). Merupakan turunan dari nilai khilafah dan ma’ad. Dalam Islam,
pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan
menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.[8]
4. Ruang Lingkup Ekonomi Syariah
Dalam ruang lingkup ekonomi Islam
terdapat tantangan dan tugas ekonomi Islam, Salah satu hambatan terbesar yang
merupakan tantangan bagi pembangunan ekonomi Islam adalah karena tidak adanya
contoh aktual/empiris dari praktek ekonomi Islam. Pada saat ini tidak ada
masyarakat atau negara di dunia ini termasuk negara-negara muslim sekalipun
yang mempraktekkan ekonomi Islam secara ideal.
Pada saat ini belum ada praktek
ekonomi Islam secara komperehensif, yang ada hanyalah praktek-praktek parsial
dalam beberapa aspek mu’amalah seperti jual beli, sistem perbankan, kontrak dan
lain-lain. Tugas ekonomi Islam memang Nampak lebih besar daripada ilmu ekonomi
konvensional. Tugas pertama dari ekonomi Islam yaitu mempelajari perilaku
aktual dari para individu maupun kelompok, perusahaan, pasar, pemerintah, dan
pelaku ekonomi lainnya.
Aspek inilah yang sebenarnya
mendapat banyak pembahasan dalam ilmu ekonomi konvensional, namun nampaknya
belum memuaskan karena adanya asumsi-asumsi perilaku yang tidak realistis dan
komperehensif. Asumsi ini misalnya tentang kecenderungan manusia untuk hanya
mementingkan diri sendiri dengan cara maksimasi material dan maksimasi kepuasan
(utility).
Tugas kedua ekonomi Islam adalah
menunjukkan jenis asumsi perilaku dan perilaku yang dibutuhkan untuk
merealisasikan tujuan pembangunan ekonomi. Karena nilai-nilai moral
berorientasi kepada tujuan, maka ekonomi Islam perlu perlu mempertimbangkan
nilai-nilai dan lembaga Islam, dan kemudian secara ilmiah menganalisis
dampaknya terhadap pencapaian tujuan tersebut.
Tugas ketiga, karena perbedan antara
perilaku aktual dan perilaku ideal, maka ekonomi Islam harus menjelaskan
mengapa para pelaku ekonomi tidak bertindak menurut jalan yang seharusnya.
Tugas keempat, karena tujuan utama
pencarian ilmu adalah membantu peningkatan kesejahteraan manusia, maka ekonomi
Islam harus menganjurkan cara yang bagaimana sehingga dapat membawa perilaku
seluruh pelaku ekonomi, yang mempengaruhi alokasi dan distribusi sumber daya
ekonomi, sedekat mungkin tatanan yang ideal.[9]
Selain itu, secara komprehensif ruang
lingkup dalam ekonomi Islam adalah bermuamalah, dalam bermuamalah harus ada
nilai-nilai universal, yang terkandung antara lain, Nilai-nilai tauhid (keesaan
Tuhan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Muamalah adalah
aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.[10]
[1]Abdul Qodir Al-Kalifi, Sahara
Ramadhani, Laela Nur Afuwah, Kamus besar
bahasa Arab : Arab-Indonesia Indonesia-Arab, Yogyakarta
: PustakaBaruPress, [tahun terbit tidak teridentifikasi], h. 322
[2]Muhammad Abdul Manan, Teori Dan Prakteik Ekonomi Islam
(Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 19.
[3]M Nur Ariyanto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah (Bandung:
Alfabeta, 2012), h. 1-2
[4]M. Abdul Manan, Teori dan Praktek, ..... h. 28-38.
[6]Muhammad Saddam, Ekonomi Islam (Jakarta: Taramedia,
2003), h. 15.
[7]Azhari Akmal Tarigan, Pergumulan Ekonomi Syariah di Indonesia
(Bandung: Cita Pustaka Media, 2007), h. 48.
[8]Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif, ..., h. 23
[9]M.B Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Islami (Yogyakarta:
Ekonisia, 2003), h. 20-21.
[10]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 18
No comments:
Post a Comment