MAKALAH HUKUM BISNIS SYARIAH
“AKAD MUDHARABAH”
Dosen Pengampu :
Dr. H. Khairudin, M.Ag
Disusun Oleh Kelompok 6 :
Faizurrahman Keraf Ainussyamsi
(1711120058)
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
T.A 2020
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan
kekhadirat Allah SWT yang telah memberikan bermacam-macam kenikmatan, nikmat
sehat, nikmat iman sehingga Penulis mampu menyelesaikan makalah ini sebagaiman
mestinya.
Shalawat teriring salam tak
henti-hentinya kita curahkan kepada baginda besar kita, imam kita, pemimpin
umat yakni Nabi Muhammad SAW, karena berkat beliau lah kita bisa merasakan
kebahagian iman, ilmu dan independensi dalam berpikir dan berinteraksi.
Makalah ini membahas mengenai pengertian
dan ketentuan hukum mudharabah, rukun, syarat dan jenis mudharabah, batasan
waktu dan pembatalan akad mudharabah.
Semoga kajian dalam makalah ini
mampu menambah wawasan ataupun khazanah pengetahuan pembaca mengenai riba dan
bunga bank, dan penulis menyadari banyaknya kesalahan dan kehilafan dalam
penulisan makalah ini. Maka sangat dibutuhkan kritik dan saran dari dosen
pengampu dan teman-teman guna meraih hasil yang baik dalam kajian akademis ini.
Bengkulu. April 2020
Penulis
Daftar Isi
Cover Makalah
i
Kata
Pengantar
ii
Daftar
Isi
iii
BAB I : PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B.
Rumusan Masalah
2
C.
Tujuan Penulisan
2
BAB
II : PEMBAHASAN
3
A.
Pengertian dan
Ketentuan Hukum Mudharabah
3
B.
Jenis, rukun dan
syarat Mudharabah
7
C. Pembatasan Waktu dan Pembatalan Akad Mudharabah
10
BAB
III : PENUTUP
12
A.
Kesimpulan
12
B.
Saran
13
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Salah satu contoh dalam aktifitas
sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang terjebak dalam hal ini, lebih
mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan mengabaikan hak-hak orang lain
baik hak itu berupa individu ataupun masyarakat umum. Akan tetapi Islam sebuah
agama yang rahmatan lil-alamin mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia,
sehingga norma-norma yang diberlakukan islam dapat memberikan solusi sebuah
keadilan dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada aktifitasnya itu, sehingga tidak akan
terjadi ketimpangan sosial antara mereka.
Muamalah adalah
upaya manusia untuk saling berinteraksi antar satu sama lain. Baik itu
dilingkungan keluarga dan masyarakat umum. Secara realita yang ada banyak
sekali bentuk-bentuk dari muamalah. Salah satunya yaitu Mudharabah atau
yang sering dikenal dengan akad kerja sama dalam bentuk usaha dari yang
memiliki modal dan pengelola modal.
Tak jarang kita
sendiri pernah melihat atau bahkan melakukan hal tersebut sedangkan kita tidak
menyadari perihal batasan-batasan dan landasan-landasan yang ada tentang konsep
akad ini.
Maka dari itu
penulis ingin memaparkan serangkaian materi mengenai konsep akad Mudharabah.
Dengan harapan pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca tersampaikan
serta menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan kita semua.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
Mudharabah dan ketentuan hukumnya ?
2.
Apa saja jenis, rukun dan syarat mudharabah ?
3.
Bagaimana
pembatasan waktu dan pembatalan usaha mudharabah ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk Mengetahui
pengertian Mudharabah dan ketentuan hukumnya
2.
Untuk Mengetahui
jenis, rukun dan syarat mudharabah
3.
Untuk Mengetahui
pembatasan waktu dan pembatalan usaha mudharabah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mudharabah dan Ketentuan Hukumnya
Secara
etimologis mudharabh mempunyai arti berjalan diatas bumi yang biasa dinamakan
berpergian, sedangkan secara terminologi Mudharabah adalah kerja sama
dalam bentuk usaha dari yang memiliki modal (Shahib al-mal) dengan
pengelola modal (shohibul al-mal) dalam bentuk usaha perdagangan,
perindustrian dan sebagainya, dengan keuntungan yang dibagi sesuai dengan
kesepakatan bersama. Misalnya dibagi dua, dibagi tiga atau dibagi empat[1].
Sedangkan menurut pasal 20 ayat
4 kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Mudharabah adalah kerja sama antara
pemilik dana dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah[2].
Tujuan Mudharabah adalah
menghindari kebekuan modal orang yang mempunyai harta atau modal dan
menghindari kesia-sian keahlian dari seseorang yang kompeten dibidangnya.
Sementara ia tidak memiliki modal untuk memanfaatkan skill yang dimilikinya.
Landasan dasar syariah
al-mudharabahlebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak
dari ayat-ayat dan Hadist sebagai berikut:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ
تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا
هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
Artinya :
“Tidak
ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu”(QS. Al-Baqarah : 198)
عَنْ صُهَيْبٍ رضي الله عنه أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( ثَلَاثٌ فِيهِنَّ اَلْبَرَكَةُ:
اَلْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَخَلْطُ اَلْبُرِّ بِالشَّعِيرِ
لِلْبَيْتِ, لَا لِلْبَيْعِ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ
Artinya :
“Tiga
perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan
qiradh (memberi modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan
jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibnu Majah dari
Shuhaib)
Ketentuan hukum mudharabah
menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
terdapat pada pasal-pasal berikut :
Pasal 238
1)
Status benda yang
berada di tangan mudharib yang diterima dari shahibu al-mal adalah modal.
2)
Mudharib
berkedudukan sebagai wakil shahib al-mal dalam menggunakan modal yang
diterimanya.
3)
Keuntungan yang
dihasilkan dalam mudharabah menjadi milik bersama.
Pasal 239
1)
Mudharib berhak
membeli barang yang dengan maksud menjualnya kembali untuk memperoleh untung.
2)
Mudharib berhak
menjual dengan harga tinggi atau rendah, baik dengan tunai maupun cicilan.
3)
Mudharib berhak
menerima pembayaran dari harga barang dengan pengalihan piutang.
4)
Mudharib tidak
boleh menjual barang dalam jangka waktu yang tidak bisa dilakukan oleh para
pedagang.
Pasal 240
Mudharib tidak boleh menghibahkan, menyedakahkan, dan,
atau meminjamkan harta kerja sama, kecuali bila mendapat izin dari pemilik
modal
Pasal 241
1)
Mudharib berhak
memberi kuasa kepada pihak lain untuk bertindak
sebagai wakilnya untuk membelu dan menjual barang jika telah disepakati
dalam akad mudharabah.
2)
Mudharib berhak
mendepositokan dan menginvestasikan harta kerja sama dengan sistem syariah.
3)
Mudharib berhak
menghubungi pihak lain untuk melakukan jual beli barang sesuai kesepakatan
dalam akad
Pasal 242
1)
Mudharib berhak
atas keuntungan sebagai imbalan pekerjaannya yang disepakati dalam akad.
2)
Mudharib tidak
berhak mendapatkan imbalan jika usaha yang dilakukan rugi.
Pasal 243
1)
Pemilik modal
berhak atas keuntungan berdasarkan modalnya yang disepakati dalam akad.
2)
Pemilik modal tidak
berhak mendapatkan keuntungan jika usaha yang dilakukan oleh Mudharib merugi.
Pasal 244
Mudharib tidak boleh mencampurkan kekayaannya sendiri
dengan harta kerja sama dalam melakukan mudharabah, kecuali bila sudah menjadi
kebiasaan di kalangan pelaku usaha.
Pasal 245
Mudharib dibolehan mencampurkan kekayannya sendiri denga
harta mudharabah jika mendapat izin dari pemilik modal dalam melakukan
usaha-usaha khusus tertentu.
Pasal 246
Keuntungan hasil usaha yang menggunakan modal campuran/shahib
al-mal dengan mudharib, dibagi secara proporsional atau atas dasar kesepakatan
semua pihak.
Pasal 247
Biaya perjalanan yang dilakukan oleh mudharib dalam
rangka menjalankan kerja sama, dibebankan pada modal dari shahib al-mal.
Pasal 248
Mudharib wajib menjaga dan melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik modal dalam akad.
Pasal 249
Mudharib wajib bertanggung jawab terhadap risiko kerugian
dan/atau kerusakan yang diakibatkan oleh usahanya yag melampaui batas yang
diizinkan dan/atau tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan dalam akad.
Pasal 250
Akad mudharabah selesai apabila waktu kerja sama yang
disepakati dalam akad telah berakhir.
Pasal 251
1)
Pemilik modal dapat
memberhentikan atau memecat pihak yang melanggar kesepakatan dalam akad
mudharabah.
2)
Pemberhentian kerja
sama oleh pemilik modal diberitahukan kepada mudharib.
3)
Mudharib wajib
mengembalikan modal dan keuntungan kepada pemilik modal yang menjadi hak
pemilik modal daam kerja sama mudharabah.
4)
Perselisihan antara
pemilik modal dengan mudharib dapat diselesaikan dengan peerdamaian/al-sulh
dan/atau melalui pengadilan.
Pasal 252
Kerugian usaha dan kerusakan barang dagangan dalam kerja
sama mudharabah yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib, dibebankan pada
pemilik modal.
Pasal 253
Akad mudharabah berakhir dengan sendirinya jika pemilik
modal atau mudharib meninggal dunia, atau tidak caka melakukan perbuatan hukum.
Pasal 254
1)
Pemilik modal
berhak melakukan penagihan terhadap
pihak-pihak lain berdasarkan bukti dari mudharib yang telah meninggal dunia.
2)
Kerugian yang
diakibatkan oleh meninggalnya mudharib, dibebankan pada pemilik modal[3]
B.
Jenis, Rukun
dan Syarat Mudharabah
1.
Jenis-jenis
Mudharabah
Mudharabah
ada dua macam, yaitu mudharabah mutlak (al-muthlaq) dan
mudharabah terikat (al-muqayyad).
Mudharabah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha
tanpa memberikan batasan. Sedangkan mudharabah muqayyad adalah
penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan.
Ulama Hanafiyah dan imam Ahmad
membolehkan memberi batasan dengan waktu dan orang, tetapi ulama Syafiiyah dan
Malikiyah melarangnya.
Ulama Hanafiyah dan Ahmadpun
membolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa yang akan datang, seperti, Usahkan
modal ini mulai bulan depan. Sedangkan ulama Syafiiyah dan Malikiyah
melarangnya[4].
2.
Rukun-rukun
Mudharabah
a. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
b. Orang yang bekerja, yaitu orang yang menegelola harta
atau modal
c. Akad mudharabah yang dilakukan oleh pemilik dan
pengelola modal
d. Maal, yaitu harta pokok atau modal
e. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga
menghasilkan laba
f. Keuntungan.[5]
Menurut Pasal 232 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, rukun mudharabah ada tiga yaitu sebagai berikut[6] :
a.
Shahibu al-mal atau pemilik modal
b.
Mudharib atau pelaku usaha
c.
Akad
Menurut Sayid Sabiq, rukun mudharabah
adalah ijab kabul yang keluar dari
orang yang memiliki keahlian.
3.
Syarat-syarat
Mudarabah
Pemilik
modal dan pengelola modal disyaratkan ahli bertasarruf (cakap bertindak) sebagaimana dalam perikatan
lain oleh karena itu tidak sah jika mudharabah dilakukan oleh anak-anak, orang gila, dan
orang yang terpaksa. Mudharabah dari
orang buta sah, tetapi hendaklah ia mengangkat seseorang yang dapat
menggantikannya, pengelola modal hendaknya orang yang merdeka bertindak dan
melakukan sendiri dalam melaksanakan modal mensyaratkan agar pengelola modal
bekerja sama dengan orang lain, akad tersebut tidak sah, kecuali memenuhi
syarat sebagai berikut :
a.
Orang lain yang
diajak bekerja sama tersebut telah dikenal oleh pengelola modal, baik tindak
tanduknya maupun sifat-sifatnya
b.
Tidak disyaratkan
uang sebagai modal berada kepada orang lain yang diajak bekerja sama tersebut
c.
Pengelola modal
tidak dibatasi hanya bekerja dengan orang tersebut
d.
Modal yang dikelola
oleh pengelola modal hendaknya hanya dalam bentuk perdagangan
e.
Pengelola modal
hendaknya leluasa dalam melakukan pekerjaannya.
f.
Pekerjaan tersebut
tidak dibatasi oleh waktu tertentu
g.
Pembagian
keuntungan harus memenuhi beberapa syarat
yaitu keuntungan dibagi hanya untuk pihak yang mengadakan perjanjian,
pembagian keuntungan harus jelas sesuai dengan perjanjian.
h.
Modal yang
digunakan harus memenuhi beberapa syarat yaitu, berupa mata uang yang berlaku
sebagai alat transaksi suatu negara, jumlah modal yang akan dikelola harus
jelas dengan jumlah tersebut dijelaskan pada saat akad
i.
Ijab dan kabul
dilakukan dengan shighat yang jelas disyaratkan dengan menyebutkan pembagian
keuntungan secara tegas dan jelas. Jika tidak disebutkan dengan jelas maka
akdnya tidak jelas[7].
C.
Pembatasan
Waktu dan Pembatalan Usaha Mudharabah
Mengenai
pembatasan waktu hal ini diatur didalam fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor:07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) di bagian
ketiga mengenai beberapa ketentuan hukum Pembiayaan. Yakni, mudharabah boleh
dibatasi pada periode tertentu, kontrak tidak boleh dikaitkan dengan sebuah kejadian
di masa depan yang belum tentu terjadi, pada dasarnya akad ini tidak ada ganti
rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah kecuali akibat dari
kesalahan yang disengaja atau pelanggaran kesepakatan, jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah
pihak maka penyelesainnya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah[8].
Dalam diktum ketiga Fatwa DSN
tentang beberapa ketentuan hukum pembiayaan menyebutkan sebagai berikut :
1) Mudharabahboleh
di batasi pada periode tertentu.
2) Kontrak
tidak boleh dikaitkan (mu’allaq)dengan sebuah kejadian dimasa depan yang belum
tentu terjadi.
3) Dalam
mudharabahtidak ada ganti rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah
(yad al-amanah), kecuali akibat darikesalahan disengaja, kelalaian atau
pelanggaran kesepakatan.
4)
Jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua
belah pihak,maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan abritrasi syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat
mudharabah
2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai
pengelola modal atau pengelola modal melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
akad
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia,
mudharabah menjadi batal
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Secara etimologis
mudharabh mempunyai arti berjalan diatas bumi yang biasa dinamakan berpergian,
sedangkan secara terminologi Mudharabah adalah kerja sama dalam bentuk
usaha dari yang memiliki modal (Shahib al-mal) dengan pengelola modal (shohibul
al-mal) dalam bentuk usaha perdagangan, perindustrian dan sebagainya,
dengan keuntungan yang dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Misalnya
dibagi dua, dibagi tiga atau dibagi empat. Ketentuan hukum tentang mudharabah
menurut kompilasi hukum ekonomi syariah diatur didalam pasal 238-254
2. Mudharabah ada dua macam, yaitu mudharabah mutlak (al-muthlaq)
dan mudharabah terikat (al-muqayyad). Mudharabah mutlak adalah
penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan batasan. Sedangkan
mudharabah muqayyad adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha
dengan memberikan batasan. Menurut ulama Syafiiyah rukun mudharabah ada
enam, yaitu sebagai berikut : Pemilik barang yang menyerahkan
barang-barangnya,Orang yang bekerja, yaitu orang yang menegelola harta atau
modal Akad mudharabah yang dilakukan oleh pemilik dan pengelola modal
Maal, yaitu harta pokok atau modal Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta
sehingga menghasilkan labaKeuntungan. Pemilik modal dan pengelola modal
disyaratkan ahli bertasarruf (cakap bertindak) sebagaimana dalam perikatan
lain oleh karena itu tidak sah jika mudharabah dilakukan oleh anak-anak, orang gila, dan
orang yang terpaksa.
3. Mengenai pembatasan
waktu hal ini diatur didalam fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor:07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) di bagian
ketiga mengenai beberapa ketentuan hukum Pembiayaan. Yakni, mudharabah boleh
dibatasi pada periode tertentu, kontrak tidak boleh dikaitkan dengan sebuah
kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi, pada dasarnya akad ini tidak
ada ganti rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah kecuali akibat
dari kesalahan yang disengaja atau pelanggaran kesepakatan, jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara kedua
belah pihak maka penyelesainnya dilakukan melalui badan arbitrase syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Mudharabah menjadi batal
apbila ada perkara-perkara sebagai berikut :
1.
Tidak terpenuhinya
salah satu atau beberapa syarat mudharabah
2.
Pengelola dengan
sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan akad
3.
Apabila pelaksana
atau pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal
B. Saran
Dalam praktik akad mudharabah
ini haruslah berlnadaskan pada ketentuan-ketentuan yang telah berlaku jangan
malah memanfaatkannya untuk mengeksploitasi orang lain demi kepentingan pribadi
Daftar Pustaka
Buku
:
Khosyi’ah.Siah..2014. fiqh muamalah perbandingan. Bandung:
Pustaka Setia.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Mardani. 2012.Fiqh Ekonomi Syariah “fiqh muamalah”.
Jakarta: Kencana.
Syafe’i. Rachmat. 2001.Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka
Setia.
Fatwa-Fatwa :
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Mudharabah
No comments:
Post a Comment