Followers

Friday, April 10, 2020

MAKALAH AKAD MUDHARABAH KAJIAN FIQH MUAMALAH


MAKALAH HUKUM BISNIS SYARIAH
“AKAD MUDHARABAH”
 



 LOGO





Dosen Pengampu :
Dr. H. Khairudin, M.Ag


Disusun Oleh Kelompok 6 :
Faizurrahman Keraf Ainussyamsi
(1711120058)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
T.A 2020



Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kekhadirat Allah SWT yang telah memberikan bermacam-macam kenikmatan, nikmat sehat, nikmat iman sehingga Penulis mampu menyelesaikan makalah ini sebagaiman mestinya.
Shalawat teriring salam tak henti-hentinya kita curahkan kepada baginda besar kita, imam kita, pemimpin umat yakni Nabi Muhammad SAW, karena berkat beliau lah kita bisa merasakan kebahagian iman, ilmu dan independensi dalam berpikir dan berinteraksi.
Makalah ini membahas mengenai pengertian dan ketentuan hukum mudharabah, rukun, syarat dan jenis mudharabah, batasan waktu dan pembatalan akad mudharabah.
Semoga kajian dalam makalah ini mampu menambah wawasan ataupun khazanah pengetahuan pembaca mengenai riba dan bunga bank, dan penulis menyadari banyaknya kesalahan dan kehilafan dalam penulisan makalah ini. Maka sangat dibutuhkan kritik dan saran dari dosen pengampu dan teman-teman guna meraih hasil yang baik dalam kajian akademis ini.

Bengkulu.    April 2020


Penulis




Daftar Isi


Cover Makalah i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A.    Latar Belakang Masalah 1
B.     Rumusan Masalah 2
C.     Tujuan Penulisan 2
BAB II : PEMBAHASAN 3
A.    Pengertian dan Ketentuan Hukum Mudharabah 3
B.     Jenis, rukun dan syarat Mudharabah 7
C.     Pembatasan Waktu dan Pembatalan Akad Mudharabah 10
BAB III : PENUTUP 12
A.    Kesimpulan 12
B.     Saran 13
Daftar Pustaka





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang terjebak dalam hal ini, lebih mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu berupa individu ataupun masyarakat umum. Akan tetapi Islam sebuah agama yang rahmatan lil-alamin mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia, sehingga norma-norma yang diberlakukan islam dapat memberikan solusi sebuah keadilan dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada aktifitasnya itu, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial antara mereka.
Muamalah adalah upaya manusia untuk saling berinteraksi antar satu sama lain. Baik itu dilingkungan keluarga dan masyarakat umum. Secara realita yang ada banyak sekali bentuk-bentuk dari muamalah. Salah satunya yaitu Mudharabah atau yang sering dikenal dengan akad kerja sama dalam bentuk usaha dari yang memiliki modal dan pengelola modal.
Tak jarang kita sendiri pernah melihat atau bahkan melakukan hal tersebut sedangkan kita tidak menyadari perihal batasan-batasan dan landasan-landasan yang ada tentang konsep akad ini.
Maka dari itu penulis ingin memaparkan serangkaian materi mengenai konsep akad Mudharabah. Dengan harapan pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca tersampaikan serta menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan kita semua.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Mudharabah dan ketentuan hukumnya ?
2.      Apa  saja jenis, rukun dan syarat mudharabah ?
3.      Bagaimana pembatasan waktu dan pembatalan usaha mudharabah ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui pengertian Mudharabah dan ketentuan hukumnya
2.      Untuk Mengetahui jenis, rukun dan syarat mudharabah
3.      Untuk Mengetahui pembatasan waktu dan pembatalan usaha mudharabah

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mudharabah dan Ketentuan Hukumnya
Sedangkan menurut pasal 20 ayat 4 kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah[2].
Tujuan Mudharabah adalah menghindari kebekuan modal orang yang mempunyai harta atau modal dan menghindari kesia-sian keahlian dari seseorang yang kompeten dibidangnya. Sementara ia tidak memiliki modal untuk memanfaatkan skill yang dimilikinya.
Landasan dasar syariah al-mudharabahlebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dari ayat-ayat dan Hadist sebagai berikut:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ


Artinya :
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”(QS. Al-Baqarah : 198)

عَنْ صُهَيْبٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( ثَلَاثٌ فِيهِنَّ اَلْبَرَكَةُ: اَلْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَخَلْطُ اَلْبُرِّ بِالشَّعِيرِ لِلْبَيْتِ, لَا لِلْبَيْعِ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ
Artinya :
“Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)
Ketentuan hukum mudharabah menurut  Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terdapat pada pasal-pasal berikut :
Pasal 238
1)      Status benda yang berada di tangan mudharib yang diterima dari shahibu al-mal adalah modal.
2)      Mudharib berkedudukan sebagai wakil shahib al-mal dalam menggunakan modal yang diterimanya.
3)      Keuntungan yang dihasilkan dalam mudharabah menjadi milik bersama.
Pasal 239 
1)      Mudharib berhak membeli barang yang dengan maksud menjualnya kembali untuk memperoleh untung.
2)      Mudharib berhak menjual dengan harga tinggi atau rendah, baik dengan tunai maupun cicilan.
3)      Mudharib berhak menerima pembayaran dari harga barang dengan pengalihan piutang.
4)      Mudharib tidak boleh menjual barang dalam jangka waktu yang tidak bisa dilakukan oleh para pedagang.
Pasal 240
Mudharib tidak boleh menghibahkan, menyedakahkan, dan, atau meminjamkan harta kerja sama, kecuali bila mendapat izin dari pemilik modal
Pasal 241
1)      Mudharib berhak memberi kuasa kepada pihak lain untuk bertindak  sebagai wakilnya untuk membelu dan menjual barang jika telah disepakati dalam akad mudharabah.
2)      Mudharib berhak mendepositokan dan menginvestasikan harta kerja sama dengan sistem syariah.
3)      Mudharib berhak menghubungi pihak lain untuk melakukan jual beli barang sesuai kesepakatan dalam akad
Pasal 242
1)      Mudharib berhak atas keuntungan sebagai imbalan pekerjaannya yang disepakati dalam akad.
2)      Mudharib tidak berhak mendapatkan imbalan jika usaha yang dilakukan rugi.

Pasal 243
1)      Pemilik modal berhak atas keuntungan berdasarkan modalnya yang disepakati dalam akad.
2)      Pemilik modal tidak berhak mendapatkan keuntungan jika usaha yang dilakukan oleh Mudharib merugi.
Pasal 244
Mudharib tidak boleh mencampurkan kekayaannya sendiri dengan harta kerja sama dalam melakukan mudharabah, kecuali bila sudah menjadi kebiasaan di kalangan pelaku usaha.
Pasal 245
Mudharib dibolehan mencampurkan kekayannya sendiri denga harta mudharabah jika mendapat izin dari pemilik modal dalam melakukan usaha-usaha khusus tertentu.
Pasal 246
Keuntungan hasil usaha yang menggunakan modal campuran/shahib al-mal dengan mudharib, dibagi secara proporsional atau atas dasar kesepakatan semua pihak.
Pasal 247
Biaya perjalanan yang dilakukan oleh mudharib dalam rangka menjalankan kerja sama, dibebankan pada modal dari shahib al-mal.
Pasal 248
Mudharib wajib menjaga dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik modal dalam akad.
Pasal 249 
Mudharib wajib bertanggung jawab terhadap risiko kerugian dan/atau kerusakan yang diakibatkan oleh usahanya yag melampaui batas yang diizinkan dan/atau tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan dalam akad.

Pasal 250
Akad mudharabah selesai apabila waktu kerja sama yang disepakati dalam akad telah berakhir.
Pasal 251
1)      Pemilik modal dapat memberhentikan atau memecat pihak yang melanggar kesepakatan dalam akad mudharabah.
2)      Pemberhentian kerja sama oleh pemilik modal diberitahukan kepada mudharib.
3)      Mudharib wajib mengembalikan modal dan keuntungan kepada pemilik modal yang menjadi hak pemilik modal daam kerja sama mudharabah.
4)      Perselisihan antara pemilik modal dengan mudharib dapat diselesaikan dengan peerdamaian/al-sulh dan/atau melalui pengadilan.
Pasal 252
Kerugian usaha dan kerusakan barang dagangan dalam kerja sama mudharabah yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib, dibebankan pada pemilik modal.
Pasal 253
Akad mudharabah berakhir dengan sendirinya jika pemilik modal atau mudharib meninggal dunia, atau tidak caka melakukan perbuatan hukum.
Pasal 254 
1)      Pemilik modal berhak melakukan  penagihan terhadap pihak-pihak lain berdasarkan bukti dari mudharib yang telah meninggal dunia.
2)      Kerugian yang diakibatkan oleh meninggalnya mudharib, dibebankan pada pemilik modal[3]

B.     Jenis, Rukun dan Syarat Mudharabah
1.      Jenis-jenis Mudharabah
Mudharabah ada dua macam, yaitu mudharabah mutlak (al-muthlaq) dan mudharabah terikat (al-muqayyad).
Mudharabah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan batasan. Sedangkan mudharabah muqayyad adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan.

Ulama Hanafiyah dan imam Ahmad membolehkan memberi batasan dengan waktu dan orang, tetapi ulama Syafiiyah dan Malikiyah melarangnya.
Ulama Hanafiyah dan Ahmadpun membolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa yang akan datang, seperti, Usahkan modal ini mulai bulan depan. Sedangkan ulama Syafiiyah dan Malikiyah melarangnya[4].
2.      Rukun-rukun Mudharabah
a.       Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
b.      Orang yang bekerja, yaitu orang yang menegelola harta atau modal
c.       Akad mudharabah yang dilakukan oleh pemilik dan pengelola modal
d.      Maal, yaitu harta pokok atau modal
e.       Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba
f.       Keuntungan.[5]
Menurut Pasal 232 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, rukun mudharabah ada tiga yaitu sebagai berikut[6] :
a.       Shahibu al-mal atau pemilik modal
b.      Mudharib atau pelaku usaha
c.       Akad
Menurut Sayid Sabiq, rukun mudharabah  adalah ijab kabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.
3.      Syarat-syarat Mudarabah
Pemilik modal dan pengelola modal disyaratkan ahli bertasarruf  (cakap bertindak) sebagaimana dalam perikatan lain oleh karena itu tidak sah jika mudharabah  dilakukan oleh anak-anak, orang gila, dan orang yang terpaksa. Mudharabah dari orang buta sah, tetapi hendaklah ia mengangkat seseorang yang dapat menggantikannya, pengelola modal hendaknya orang yang merdeka bertindak dan melakukan sendiri dalam melaksanakan modal mensyaratkan agar pengelola modal bekerja sama dengan orang lain, akad tersebut tidak sah, kecuali memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       Orang lain yang diajak bekerja sama tersebut telah dikenal oleh pengelola modal, baik tindak tanduknya maupun sifat-sifatnya
b.      Tidak disyaratkan uang sebagai modal berada kepada orang lain yang diajak bekerja sama tersebut
c.       Pengelola modal tidak dibatasi hanya bekerja dengan orang tersebut
d.      Modal yang dikelola oleh pengelola modal hendaknya hanya dalam bentuk perdagangan
e.       Pengelola modal hendaknya leluasa dalam melakukan pekerjaannya.
f.       Pekerjaan tersebut tidak dibatasi oleh waktu tertentu
g.      Pembagian keuntungan harus memenuhi beberapa syarat  yaitu keuntungan dibagi hanya untuk pihak yang mengadakan perjanjian, pembagian keuntungan harus jelas sesuai dengan perjanjian.
h.      Modal yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat yaitu, berupa mata uang yang berlaku sebagai alat transaksi suatu negara, jumlah modal yang akan dikelola harus jelas dengan jumlah tersebut dijelaskan pada saat akad
i.        Ijab dan kabul dilakukan dengan shighat yang jelas disyaratkan dengan menyebutkan pembagian keuntungan secara tegas dan jelas. Jika tidak disebutkan dengan jelas maka akdnya tidak jelas[7].
C.    Pembatasan Waktu dan Pembatalan Usaha Mudharabah
Dalam diktum ketiga Fatwa DSN tentang beberapa ketentuan hukum pembiayaan menyebutkan sebagai berikut :
1)      Mudharabahboleh di batasi pada periode tertentu.
2)      Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq)dengan sebuah kejadian dimasa depan yang belum tentu terjadi.
3)      Dalam mudharabahtidak ada ganti rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat darikesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
4)      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak,maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan abritrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
1.      Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah
2.      Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal melakukan sesuatu yang bertentangan dengan akad
3.      Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal


 BAB III


PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Secara etimologis mudharabh mempunyai arti berjalan diatas bumi yang biasa dinamakan berpergian, sedangkan secara terminologi Mudharabah adalah kerja sama dalam bentuk usaha dari yang memiliki modal (Shahib al-mal) dengan pengelola modal (shohibul al-mal) dalam bentuk usaha perdagangan, perindustrian dan sebagainya, dengan keuntungan yang dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Misalnya dibagi dua, dibagi tiga atau dibagi empat. Ketentuan hukum tentang mudharabah menurut kompilasi hukum ekonomi syariah diatur didalam pasal 238-254
2.  Mudharabah ada dua macam, yaitu mudharabah mutlak (al-muthlaq) dan mudharabah terikat (al-muqayyad). Mudharabah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan batasan. Sedangkan mudharabah muqayyad adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan. Menurut ulama Syafiiyah rukun mudharabah ada enam, yaitu sebagai berikut : Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya,Orang yang bekerja, yaitu orang yang menegelola harta atau modal Akad mudharabah yang dilakukan oleh pemilik dan pengelola modal Maal, yaitu harta pokok atau modal Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan labaKeuntungan. Pemilik modal dan pengelola modal disyaratkan ahli bertasarruf  (cakap bertindak) sebagaimana dalam perikatan lain oleh karena itu tidak sah jika mudharabah  dilakukan oleh anak-anak, orang gila, dan orang yang terpaksa.
3.  Mengenai pembatasan waktu hal ini diatur didalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) di bagian ketiga mengenai beberapa ketentuan hukum Pembiayaan. Yakni, mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu, kontrak tidak boleh dikaitkan dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi, pada dasarnya akad ini tidak ada ganti rugi karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah kecuali akibat dari kesalahan yang disengaja atau pelanggaran kesepakatan, jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesainnya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Mudharabah menjadi batal apbila ada perkara-perkara sebagai berikut :
1.      Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah
2.      Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal melakukan sesuatu yang bertentangan dengan akad
3.      Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal
B.     Saran
Dalam praktik akad mudharabah ini haruslah berlnadaskan pada ketentuan-ketentuan yang telah berlaku jangan malah memanfaatkannya untuk mengeksploitasi orang lain demi kepentingan pribadi

Daftar Pustaka
Buku :
Khosyi’ah.Siah..2014. fiqh muamalah perbandingan. Bandung: Pustaka Setia.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Mardani. 2012.Fiqh Ekonomi Syariah “fiqh muamalah”. Jakarta: Kencana.
Syafe’i. Rachmat. 2001.Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Fatwa-Fatwa :
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah




[2] Pasal 20 ayat 4 Kompllasi Hukum Ekonomi Syariah.
[3] Pasal 238-254 Kompilasi Hukum ekonomi Syariah
[6] Pasal 232 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
[7] Dr. Siah Khosyi’ah,M.Ag. fiqh muamalah perbandingan. Bandung: Pustaka Setia.2014.h.161-162

No comments:

Post a Comment

MAKALAH RIBA

  1.       Pengertian Riba Riba berasal dari bahasa arab yang artinya tambahan (زيادة ,(yang berarti tambahan pembayaran atas uang pokok ...