1.
Pengertian
Pembiayaan
Istilah pembiayaan pada intinya berarti “I Belive, I Trust” yang artinya saya percaya atau saya menaruh
kepercayan. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga kepercayaan selaku shahibul mal menaruh
kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana
tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan
dan syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.[1]
Pembiayaan menurut berbagai literature
yang ada sebagai berikut, menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pembiayaan
adalah penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tetentu
dengan pemberian bunga. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana
untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Pembiayaan
dalam arti luas diartikan sebagai pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang dijalankan oleh orang lain.[2]
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
berupa: Pertama, transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah atau musyarakah. Kedua, transaksi sewa dalam bentuk ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan
hak milik dalam bentuk ijarah atau
sewa muntahiyah bittamlik. Ketiga, transaksi jual beli dalam betuk piutang smurabah, salam dan istihna.
Keempat, transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang Qard. Kelima, transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah atau transaksi multi jasa.[3]
2.
Unsur-Unsur
Pembiayaan
Unsur-unsur pembiayaan adalah: Pertama, bank syariah yaitu badan usaha yang
memberikan pembiayaan kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Kedua, mitra
usaha. yaitu pihak yang mendapatkan pembiayaan dari bank syariah atau pengguna
dana yang disalurkan oleh bank syariah. Ketiga, kepercayaan yaitu bank syariah
memiliki kepercayaan kepada pihak yang menerima yaitu pembiayaan bahwa mitra
akan memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana bank syariah sesuai dengan
jangka waktu tertentu. Keempat, akad yaitu suatu kontrak perjanjian atau
kesepakatan yang dilakukan antara bank syariah dan pihak nasabah mitra. Kelima,
risiko yaitu setiap dana yang disalurkan oleh bank syariah selalu mengandung
risiko tidak kembalinya dana. risiko pembiayaan merupakan kemungkinan kerugian
yang akan timbul karena dana yang disalurkan tidak dapat kembali.[4]
3.
Tujuan
Pembiayaan
Sehubungan dengan aktifitas bank syariah maka pembiayaan merupakan sumber
pendapatan bagi bank syariah, sehingga tujuan pembiayaan bank syariah adalah
untuk memenuhi kepentingan stakeholders. Adapun yang menjadi stakeholder dalam
kegiatan pembiayaan bank syariah adalah: Pertama, pemilik yaitu dari sumber pendapatan
diatas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana pada
bank tersebut. Kedua, pegawai yaitu para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan
dari bank yang dikelolanya.
Ketiga, pemerintah yaitu adanya pembiayaan. Keempat, pemerintah terbantu
dalam pengembangan negara disamping itu akan diperoleh pajak yang berupa pajak
penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan yang
bersangkutan. Kelima, bank yaitu Bank yang bersangkutan hasil dari penyaluran
pembiayaan dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap bertahan dan
meluaskan jaringan usahanya sehingga banyak masyarakat yang dilayani.[5]
4.
Jenis-Jenis
Pembiayaan
Bank syariah memiliki sistem pembiayaan, untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang defisit. Pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut
beberapa aspek, diantaranya:[6]
Pertama, dilihat dari tujuan penggunaanya pembiayaan dibagi menjadi dua
jenis yaitu: (i) pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. (ii), pembiayaan konsumtif yaitu
pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis
digunakan.[7]
Kedua, pembiayaan dilihat dari jangka waktunya. (i) pembiayaan
jangka pendek yaitu pembiayaan diberikan
dengan jangka waktu maksimal 1tahun. Pembiayaan jangka pendek biasanya
diberikan oleh bank syariah untuk membiayai modal kerja perusahaan yang
mempunyai siklus usaha dalam 1 tahun. (ii) pembiayaan jangka menengah yaitu
diberikan dengan jangka waktu antara 1 tahun hingga 3 tahun. Pembiayaan ini
dapat diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumsi. (iii)
pembiayaan jangka panjang yaitu, pembiayaan yang jangka waktunya lebih dari 3
tahun. Pembiayaan ini umumnya diberikan dalam bentuk pembiayaan investasi.
Ketiga, pembiayaan dilihat dari segi usaha. (i) sektor industri yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor industri, yaitu sektor
usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku menjadi barang jadi atau mengubah
suatu barang menjadi barang lain yang memiliki faedah lebih tinggi. (ii) sektor perdagangan yaitu pembiayaan ini diberikan
kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan, baik perdagangan
kecil, menengah dan besar. (iii)sektor pertanian, peternakan, perikanan dan
perkebunan yaitu pembiayaan ini diberikan dalam rangka meningkatkan hasil
sektor pertanian, perkebunan dan peternakan, serta perikanan. (iv) sektor jasa
yaitu jasa pendidikan, jasa rumah sakit, jasa angkutan, jasa lainya. (v)sektor
perumahan yaitu bank syariah memberikan pembiayaan kepada mitra usaha yang
bergerak dibidang pembangunan perumahan.[8]
Keempat, pembiayaan dilihat dari segi jaminan. (i) pembiayaan dengan
jaminan yaitu jenis pembiayaan yang didukung dengan jaminan (agunan) yang
cukup.Agunan atau jaminan dapat digolongkan menjadi jaminan perorangan, benda
berwujud dan benda tidak berwujud. (ii) pembiayaan tanpa jaminan yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada nasabah tanpa didukung adanya jaminan.
Pembiayaan ini diberikan oleh bank syariah atas dasar kepercayaan. Kelima, pembiayaan dilihat dari jumlahnya. (i)
pembiayaan retail merupakan pembiayaan yang diberikan kepada individu atau
pengusaha dengan skala usaha kecil. (ii) pembiayaan menengah merupakan
pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha pada level menengah, dengan batasan
antara Rp. 350.000.000-Rp. 5.000.000.000. (iii)
pembiayaan korporasi yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah
dengan jumlah nominal yang besar dan diperuntukkan kepada nasabah besar
(korporasi).
5.
Fungsi
Pembiayaan
Pertama, pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dan
jasa. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang, hal ini seadanya
belum tersedia uang sebagai alat pembayaran, Kedua, pembiayaan merupakan alat
yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund
yaitu bank dapat mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang
memerlukan dana. Pembiayaan merupakan suatu cara untuk mengatasi gap antara
pihak yag memiliki dana dan pihak yang membutuhkan dana.[9]
Bank dapat memanfaatkan dana yang
untuk disalurkan kepada pihak yang membutuhkan. Dana yang berasal dari golongan
yang kelebihan dana, apabila disalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana,
maka akan efektif karena dana tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang membutuhkan
dana.
Ketiga, pembiayaan sebagai alat pengendali harga yaitu ekspansi
pembiayaan akan mendorong meningkatnya jumlah uang yang beredar dan peningkatan
peredaran uang akan mendorong kenaikan harga. Sebaiknya pembatasan pembiayaan
akan berpengaruh pada jumlah uang yang beredar dan keterbatasan uang yang
beredar di masyarakat memiliki dampak pada penurunan harga.
Keempat, pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi
yang ada yaitu, pembiayaan Mudharabah
dan musyarakah yang diberikan oleh bank syariah memilki dampak pada kenaikan
makro-mikro. Mitra setelah mendapatkan pembiayaan dari bank syariah, akan
memproduksi barang mengolah bahan baku menjadi barang jadi, meningkatkan volume
perdagangan, dan melaksanakan kegiatan ekonomi lainya. maka pembiayaan akan
membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa.[10]
6.
Prinsip-Prinsip
Pembiayaan
Pertama, character yaitu,
menggambarkan watak dan kepribadian calon nasabah. Bank perlu melakukan
analisis terhadap karakter calon nasabah dengan tujuan untuk mengetahui bahwa
calon nasabah mempunyai keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar kembali
pembiayaan yang telah diterima hingga lunas, yaitu keyakinan bank terhadap
kemauan calon nasabah mau memenuhi kewajibanya sesuai dengan jangka waktu yang
telah diperjanjikan. Bank ingin mengetahui bahwa calon nasabah mempunyai
karakter yang baik, jujur dan mempuyai komitmen terhadap pembayaran kembali
pembiayaanya.
Kedua. Capacity yaitu, untuk
mengetahui kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuhi kemampuan sesuai
jangka waktu pembiayaan. Bank perlu mengetahui dengan pasti kemampuan keuangan
calon nasabah memberikan pembiayaan kemampuan keuangan calon nasabah sangat
penting karena merupakan sumber utama pembayaran. Semakin penting karena
merupakan sumber utama pembayaran. Semakin baik kemampuan keuangan calon
nasabah maka akan semakin baik kemungkinan kualitas pembiayaan.
Ketiga, capital yaitu jumlah
modal yang dimiliki oleh calon nasabah atau jumlah dana akan disertakan dalam
proyek yang dibiayai. Semakin besar modal yang dimiliki dan dsertakan oleh
calon nasabah dalam objek pembiayaan akan semakin menyakinkan bagi bank akan
keseriusan calon nasabah dalam mengajukan pembiayaan dan pembayaran kembali.
Keempat, collateral yaitu
agunan yang diberikan oleh calon nasabah atas pembiayaan yang diajukan. Agunan
merupakan sumber pembayaran kedua. Dalam hal nasabah tidak dapat membayar
angsurannya maka bank syariah dapat melakukan penjualan terhadap agunan. Hasil
penjualan agunan digunakan sebagai sumber pembayaran kedua untuk melunasi
pembiayaanya.
Kelima. Condition yaitu
analisis terhadap kondisi perekonomian bank perlu mempertimbangkan sektor usaha
calon nasabah diakibatkan dengan kondisi ekonomi. Bank perlu melakukan analisis
dampak kondisi ekonomi terhadap usaha calon nasabah dimasa yang akan datang,
untuk mengetahui pengaruh kondisi ekonomi terhadap usaha calon nasabah.[11]
[1]Muhammad
Manajement BankSyariah, (Jogyakarta,
UPPAMP YKPN , 2005), h. 260.
[2]Rivai
Veithzal, dan Arifin Arviyan, Islamic
Banking, (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008), h.698.
[3]Pasal
1 butir 25 Undang Undang Nomor 21 Tahun2008 tentang Perbankan Syariah.
[4]Muhammad
Manajement BankSyariah,…,h.263
[5]Muhammad,
Manajemen Pembiayaan Bank Syariah
(Yogyakarta, UPPAMP YKPN, 2005), h. 18-19.
[6]Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori
ke Praktek cet ke- 1 (Jakarta, Gema Insani, 2001), h. 160.
[7]Ismail,
PerbankanSyariah,…, h. 65
[10]Muhammad,
Manajemen Pembiayaan,…,h.14
[11]Muhammad,
Manajemen Pembiayaan,…, h. 17
No comments:
Post a Comment