Followers

Monday, July 11, 2022

MAKALAH MENAPAKTILAS KONSTITUSI DI INDONESIA

 MAKALAH

MENAPAKTILAS KONSTITUSI DI INDONESIA

A.    Latar Belakang

                Pada suatu negara di dunia pasti mempunyai konstitusi, karena konstitusi merupakan salah satu syarat penting untuk mendirikan dan membangun suatu negara yang merdeka, oleh karenanya begitu pentingnya konstitusi itu dalam suatu negara. Konstitusi merupakan suatu kerangka kehidupan politik yang sesungguhnya telah dibangun pertama kali peradaban dunia dimulai, karena hampir semua negara menghendaki kehidupan bernegara yang konstitusional, adapun ciri-ciri pemerintahan yang konstitusional diantaranya memperluas partisipasi politik, memberi kekuasaan legislatif pada rakyat, menolak pemerintahan otoriter dan sebagainya.[1]

            Dalam catatan sejarah mengenai timbulnya negara yang konstitusional merupakan proses panjang dan selalu menarik untuk dikaji dalam membangun sebuah pemerintahan yang konstitusional. Dimulai sejak jaman Yunani yaitu masa Aristoteles yang telah berhasil mengumpulkan begitu banyak konstitusi dari berbagai negara. Pada mulanya konstitusi itu dipahami sebagai kumpulan peraturan serta adat kebiasaan semata-mata pada suatu peradaban, kemudian memperoleh tambahan arti sebagai suatu perkumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para Kaisar.[2]

            Selain sebagai peraturan yang dibuat oleh Kaisar, di dalam konstitusi juga termasuk memuat pernyataan-prnyataan atau pendapat dari para ahli hukum/negarawan, serta adat kebiasaan peradaban setempat, termasuk di dalamnya adalah undang-undang. Pada masa peradaban Roma konstitusi mempunyai pengaruh begitu besar sampai pada abat pertengahan, sehingga tercetuslah inspirasi kehidupan demokrasi perwakilan yang cukup kuat hingga melahirkan paham demokrasi perwakilan dan nasionalisme, dari sinilah sebagai cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern dalam sebuah Negara.

                Dalam mendirikan sebuah negara sedikitnya diperlukan unsur-unsur sebagai berikut :[3]

1.      Adanya wilayah tertentu;

2.      Rakyat; dan

3.      Pemerintahan yang diakui

            Wilayah adalah batas suatu negara meliputi darat laut dan udara, rakyat adalah sekumpulan manusia yang hidup di suatu tempat yang dilawankan dengan makhluk-makhluk lain yang hidup, sedangkan pemarintah adalah merupakan alat bagi negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya, dan merupakan alat juga dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan. Sebagai alat maka pemerintahan harus mempunyai batasan-batasan yang ditetapkan secara permanen yang disebut konstitusi, sebagai ukuran untuk mempelajari hukum suatu Negara Indonesia sebagai negara yang merdeka tentu saja mempunyai konstitusi sebagai landasan menjalankan pemerintahan negara.[4]

            Terbentuknya konstitusi di Indonesia diawali dari janji Jepang yang kemudian membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zumbi choosakai, kemudian terbentuk pada tanggal 29April 1945, dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, mulai bekerja tanggal 29 Mei 1945, maka dengan terbentuknya BPUPKI bangsa Indonesia secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Sebagai negera merdeka, Indonesia tidak mungkin dapat membentuk dan menjalankan pemerintahan jika tidak membentuk konstitusi atau UUD terlebih dahulu, karena dalam konstitusi disebutkan perintah membentuk pemerintahan seperti yang terurai dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, yang berbunyi :”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dst……….”

             Sehingga atas perintah konstitusi yang sudah disahkan, maka Indonesia secara legal dapat membentuk pemerintahan sesuai yang dicita-citakan. Dalam batang tubuh UUD 1945 diuraikan pula mengenai bagaimana dan siapa yang memegang kekuasaan pemerintahan, yaitu dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah mengalami perubahan menyebutkan bahwa :”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.” Disamping itu batang tubuh UUD 1945 juga menyebutkan kekuasaan-kekuasaan yang lainnya, sehingga jelas bahwa UUD 1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia memuat ketentuan-ketentuan pokok dalam menjalankan pemerintahan negara, oleh sebab itu dalam suatu negara yang merdeka, konstitusi atau UUD merupakan hal yang sangat diperlukan.[5]

            Indonesia adalah negara hukum, sedangkan ciri-ciri negara hukum adalah adanya : [6]

1.      Asas pengakuan dan perlindungan hah-hak asasi manusia;

2.      Asas legalitas;

3.      Asas pembagian kekuasaan;

4.      Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak; 5. Asas kedaulat rakyat. 6. Asas demokrasi

5.      Asas konstitusional.

            Asas legalitas dan asas konstitusional merupakan ciri yang harus dimiliki oleh sebuah negara hukum, sedangkan konstitusi atau UUD merupakan bentuk legalitas adanya peraturan secara tertulis. Dengan demikian secara konstitusonal yang juga merupakan ciri pokok negara hukum telah terpenuhi, sehingga konstitusi atau UUD merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam suatu negara hukum seperti Indonesia.

            Sedangkan bentuk konstitusi itu dalam suatu masa akan menggambarkan kondisi demokrasi pada masa itu pula. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia merupakan hukum tertinggi yang ditetapkan secara konstitusional, sedangkan hukum itu merupakan produk politik, karena dalam kenyataannya setiap produk hukum merupakan produk politik, sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling interaksi dikalangan politisi. sedangkan politik itu kental dengan kepentingan, oleh karena itu tidak mustahil karena kepentingan itulah kemudian dapat merubah produk hukum juga, demikian halnya terhadap konstitusi di Indonesia yang selalu berubah dan mengikuti perkembangan politik.[7]

            Sejak Proklamsai Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dan diikuti pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi pada tanggal 18 Agustus 1945, hingga kini UUD 1945 sebagai konstitusi telah mengalami perkembangan dan perubahan-perubahan, hal itu disebabkan karena perkembangan politik demokrasi yang selalu berkembang dan berubah-ubah pula. kepentingan yang berubah-ubah juga menjadi sebab berubahnya konstitusi, namun semuanya pasti mempunyai tujuan sama yaitu menuju hukum yang dicita-citakan (Ius constituendum).[8] Perkembangan konstitusi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem politik pada waktu tertentu, pada mulanya UUD 1945 dijadikan konstitusi, namun sempat tidak diberlakukan pada pemerintahan Republik Indonesia Serikan dan masa sistem pemerintahan parlementer, akhirnya UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia deberlakukan kembali hingga kini dan telah mengalami perubahan. Perkembangan konstitusi di Indonesia merupakan hal yang menarik untuk dikaji.

            Maka dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk mengkaji dan menuangkannya dalam bentuk tulisan ini, dengan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana perkembangan konstitusi di Indonesia?.” Dan Mengapa konstitusi di Indonesia mengalami perubahan?.” Tujuan dari penelitian ini adalah merupakan tujuan dari permasalah yang dipaparkan, agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan maka tujuan itu hendaknya sejalan dengan permasalahan yang sudah ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetauhi bagaimana perkembangan konstitusi di Indonesia, dan Mengapa konstitusi di Indonesia mengalami perubahan?

B.     Pembahasan

1.      Perkembangan Konstitusi di Indonesia

                        Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis, yaitu constituer berarti membentuk, yang dimaksud ialah membentuk suatu negara, dalam bahasa Inggris dipakai istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi, dalam praktek dapat berarti lebih luas dari pada pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan Undang-Undang Dasar.[9]

                        Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume adalah sebuah reposisi yang berarti bersama dengan……., dan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar itu maka kata statuere mempunyai arti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan / menetapkan.[10] Pengertian konstitusi menurut bahasa Perancis, bahasa Inggris dan bahasa Latin, pada intinya adalah suatu ungkapan untuk membentuk, mendirikan/menetapkan, lebih lanjut dikenal dengan maksud pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu negara, maka dengan kata lain secara sederhana, konstitusi dapat diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan.

                        Secara terminologi, pengertian konstitusi tidak hanya dipahami sesederhana itu, tetapi dapat dipahami secara lebih luas lagi, hal itu disebabkan karena semakin kompleksnya permasalahan dalam suatu negara, maka pendekatannya dalam memahami konstitusi bukan saja dilihat dari sudut pandang hukum, khusunya Hukum Tata Negara saja, tetapi harus pula dipahahi dari sudut pandang ilmu politik. Karena itu tidak mengherankan jika sebagian konstitusi akan lebih bermuatan politis ketimbang bermuatan yuridis. Lebih lanjut mengenai istilah konstitusi ini para Sarjana dan ilmuan Hukum Tata Negara terdapat perbedaan, sebagian ada yang berpendapat bahwa konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar, dengan dasar bahwa semua peraturan hukum itu harus ditulis, dan konstitusi yang tertulis itu adalah Undang-Undang Dasar. Ada pula yang berpendapat bahwa konstitusi tidak sama dengah Undang-Undang Dasar, dengan dasar bahwa tidak semua hal penting harus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok saja. Pendapat kedua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan yang prinsipiil, karena kelompok pertama mempersamakan istilah konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, sedangkan kelompok kedua meninjau dari segi materi yang ada dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar.[11]

                        Sehingga perbedaan itu hanyalah persoalan penting atau tidak penting saja yang harus dimuat dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar, oleh karenanya perbedaan itu bukanlah suatu yang prinsip dalam memahami konstitusi. Berdasarkan definisi konstitusi menurut C.F. Strong, yang ditulis oleh Jazim Hamidi, terdapat tiga unsur yang termuat dalam konstitusi, yaitu :

a.       Prinsip-prinsip mengenai kekuasaan pemerintahan;

b.      Prinsip-prinsip mengenai hak-hak mengenai warga negara;

c.       Prinsip-prinsip mengenai hubungan antara warga negara dengan pemerintah.

                        Konstitusi secara umum memiliki sifatsifat formil dan materiil. Konstitusi dalam arti formil berarti konstitusi yang tertulis dalam suatu ketatanegaraan suatu negara, Dalam pandangan ini suatu konstitusi baru bermakna apabila konstitusi tersebut telah berbentuk nakskah tertulis dan diundangkan, misalnya UUD 1945, Sedangkan konstitusi materiil adalah suatu konstitusi jika orang melihat dari segi isinya, isi konstitusi pada dasarnya menyangkut hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara. Sifat konstitusi tertulis dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Dasar pada suatu negara, sedangkan konstitusi disamping memuat aspek hukum juga memuat aspek politik yang lebih banyak lagi, yaitu politik pada masa tertentu suatu negara. Pada suatu negara selalu mengalami perkembangan politik, dengan demikian konstitusipun juga. selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan politik suatu bangsa, demikian pula Indonesia telah mengalami perkembangan konstitusi sejalan dengan perkembangan politik sejak kemerdekaan.[12]

                        Konfigurasi politik tertentu akan mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan suatu bangsa, begitu juga mengalami perkembangan politik pada beberapa periode tentu akan mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan ketatanegaraan tersebut juga sejalan dengan perkembangan dan perubahan konstitusi di Indonesia seperti diuraikan dalam pembehasan berikut ini :[13]

a.       Periode 18Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, masa berlakunya Undang-Undang Dasar 1945.[14]

                   Pada masa periode pertama kali terbentuknya Negara Republik Indonesia, konstitusi atau UndangUndang Dasar yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan BPUPKI, kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut UUD 1945 kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara. Berdasarkan UUD 1945, MPR terdiri dari DPR,

                        Utusan Daerah dan Utusan Golongan. dalam menjalankan kedaulatan rakyat mempunyai tugas dan wewenang menetapkan UUD, GBHN, memilih dan mengangkat Presiden dan wakil Presiden serta mengubah UUD. Selain MPR terdapat lembaga tinggi negara lainnya dibawah MPR, yaitu Presiden yang menjalankan pemerintahan, DPR yang membuat Undang-Undang,

                        Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Mahkamah Agung (MA). Menyadari bahwa negara Indonesia baru saja terbentuk, tidak mungkin semua urusan dijalankan berdasarkan konstitusi, maka berdasarkan hasil kesepakatan yang termuat dalam Pasal 3 Aturan Peralihan menyatakan :”Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh PPKI.” Kemudian dipilihlah secara aklamasi Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama kali. Dalam menjalankan tugasnya presiden dibantu oleh Komite Nasional, dengan sistem pemerintahan presidensial artinya kabinet bertanggung jawab pada presiden. Pada masa ini terbukti bahwa konstitusi belum dijalankan secara murni dan konskwen, sistem ketatanegaraan berubah-ubah, terutama pada saat dikeluarkannya maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi tugas legislatif dan menetapkan GBHN bersama Presiden, KNIP bersama Presiden menetapkan Undang-Undang, dan dalam menjalankan tugas sehari-hari dibentuklah badan pekerja yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.

b.      Periopde 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950, masa berlakunya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (RIS).[15]

                                Sebagai rasa ungkapan ketidakpuasan bangsa Belanda  atas kemerdekaan Republik Indonesia, terjadilah kontak senjata (agresi) oleh Belanda pada tahun 1947 dan 1948, dengan keinginan Belanda untuk memecah belah NKRI menjadi negara federal agar dengan secara mudah dikuasai kembali oleh Belanda, akhirnya disepakati untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda, dengan menghasilkan tiga buah persetujuan antara lain :

1)      Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;

2)      Penyerahan kedaulatan Kepada Republik Indonesia Serikat;

3)      Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.

                        Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS), maka berubah pula bentuk Negara Kesatuan menjadi negara Serikat (federal), yaitu negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendirisendiri kemudian mengadakan ikatan kerja sama secara efektif, atau dengan kata lain negara serikat adalah Negara yang tersusun jamak terdiri dari negaranegara bagian. Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat.

                        Sistem pemerintahan presidensial berubah menjadi parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan pemerintah berada di tangan Menteri-Menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), Namun demikian pada konstitusi RIS ini juga belum dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara belum dibentuk sesuai amanat UUD RIS.

c.       Periode 17Agustus 1950 samapi dengan 5 Juli 1959, masa berlaku UndangUndang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).

                                Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan karena isi konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat, juga bukan merupakan kehendak politik rakyat Indonesia melainkan rekayasa dari pihak Balanda maupun PBB, sehingga menimbulkan tuntutan untuk kembali ke NKRI. Satu persatu negara bagian menggabungkan diri menjadi negara Republik Indonesia, kemudian disepakati untuk kembali ke NKRI dengan menggunakan UUD sementara 1950. Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni negara yang bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara sebagaimana halnya bentuk negara serikat.[16]

                        Ketentuan Negara Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang menyatakan Republik Indonesia merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk kesatuan. Pelaksanaan konstitusi ini merupakan penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi 17 Agustua 1945.

                        Serta didalamnya juga menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan kepada daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer, karena tugas-tugas ekskutif dipertanggung jawabkan oleh Menteri-Menteri baik secara bersama-sama maupun sendirisendiri kepada DPR. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat karena kepala negara dianggap tidak pernah melakukan kesalahan, kemudian apabila DPR dianggap tidak representatif maka Presiden berhak membubarkan DPR.[17]

d.      Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999, masa berlaku UndangUndang Dasar 1945.

                                Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar dekrit Prsiden tanggal 5 Juli tahun 1959. Berdasarkan ketentuan ketatanegaraan dekrit presiden diperbolehkan karena negara dalam keadaan bahaya oleh karena itu Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan bangsa dan negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.            

                        Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah sistem ketatanegaraan, Presiden yang sebelumnya hanya sebagai kepala negara selanjutnya juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan, dibantu Menteri-Menteri kabinet yang bertanggung jawab kepada Presiden. Sistem pemerintahan yang sebelumnya parlementer berubah menjadi sistem presidensial. Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun 1966.

                        Lembaga-lembaga negara yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak berdasar secara konstitusional, akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan kemudian meletuslah Gerakan 30 September 1966 sebagai gerakan anti Pancasila yang dipelopori oleh PKI, walaupun kemudian dapat dipatahkannya. Pergantian kepemimpinan nasional terjadi pada periode ini, dari Presiden Soekarno digantikan Soeharto, yang semula didasari oleh Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kemudian dilaksanakan pemilihan umum yang kedua pada tahun 1972.[18]

                        Babak baru pemerintah orde baru dimulai, sistem ketatanegaraan sudah berdasar konstitusi, pemilihan umun dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, pembangunan nasional berjalan dengan baik, namun disisi lain terjadi kediktaktoran yang luar biasa dengan alasan demi terselenggaranya stabilatas nasional dan pembangunan ekonomni, sehingga sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak berjalan dengan baik. Keberadaan partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga demokrasi terkesan mandul, tidak ada kebebasan bagi rakyat yang ingin menyampaikan kehendaknya, walaupun pilar kekuasaan negara seperti ekskutif, legislatif dan yudikatif sudah ada tapi perannya tidak sepenuhnya, kemauan politik menghendaki kekuatan negara berada ditangan satu orang yaitu Presiden, sehingga menimbulkan demontrasi besar pada tahun 1998 dengan tuntutan reformasi, yang berujung pada pergantian kepemimpinan nasional.[19]

e.       Periode 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002, masa berlaku pelaksanaan perubahan UndangUndang Dasar 1945

        Sebagai implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun 1998, adalah melak uk an perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan Rapublik Indonesia nampak diterapkan dengan baik. Dalam melakukan perubahan UUD 1945, MPR menetapkan lima kesepakatan, yaitu :[20]

1)      Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945;

2)      Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3)      Mempertegas sistem pemerintahan presidensial;

4)      Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimaksukkan kedalam pasalpasal (batang tubuh)

5)       Melakukan perubahan dengan cara adendum.

                        Pada periode ini UUD 1945 mengalami perubahan hingga ke empat kali, sehingga mempengaruhi proses kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring dengan perubahan UUD 1945 yang terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskan resmi UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu, kedua , ketiga dan keempat, sehingga menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.[21]

f.       Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa berlaku UndangUndang Dasar 1945, setelah mengalami perubahan.

    Bahwa setelah megalami perubahan hingga keempat kalinya UUD 1945 merupakan dasar Negara Republik Indonesia yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan berdemokrasi lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara hatihati, tidak tergesa-gesa, serta dengan menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang dilakukan BPUPKI pada saat merancang UUD waktu itu, yaitu sangat tergesa-gesa dan masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang.

                        Pada awalnya gagasan untuk melaksanakan perubahan/amandemen UUD 1945 tidak diterima oleh kekuatan politik yang ada, walaupun perdebatan tentang perubahan UUD 1945 sudah mulai hangat pada tahun 1970 an. Pada saat reformasi, agenda yang utama adalah melaksanakan perubahan UUD 1945, yaitu telah terselenggara pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berhasil menetapkan perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian disusul perubahan kedua, ketiga hingga keempat. Dahulu setiap gagasan amandemen UUD 1945 selalu dianggap salah dan dianggap bertendensi subversi atas negara dan pemerintah, tetapi dengan adanya perubahan pertama ditahun 1999, mitos tentang kesaktian dan kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh.

                        Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga  auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945 setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat dilaksanakan secara merata di daerah-daerah. Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menentukan secara demokrtis akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat.[22]

                         Jaminan terhadap hak- hak asasi manusia dijamin lebih baik dan diurai lebih rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin. Keberadaan partai politik tidak dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada kebebasan untuk mendirikan partai politik dengan berasaskan sesuai dengan kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan adil.[23]

Pergeseran kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto menimbulkan perubahan orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Implementasi Undang-Undang Dasar 1945 mengalami beberapa koreksi. Orde Baru mempunyai tekad untuk melakukan koreksi atas berbagai penyimpangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada masa Orde Lama. Pada mulanya Orde baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Dan rakyat merasakan peningkatan kondisi di berbagai bidang kehidupan melalui serangkaian program yang dituangkan dalam GBHN dan Repelita. Istilah orde baru disematkan pada masa ini dikarenakan untuk membedakan MPRS masa orde lama yang dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen[24].

Selama 32 tahun pemerintah orde baru berkuasa, UUD 1945 telah berubah menjadi semacam kitab suci yang sakral yang tidak boleh disentuh perubahan, padahal Pasal 37 UUD 1945 sendiri telah secara jelas menyatakan membuka diri untuk dapat dilakukan perubahan dengan syarat 2/3 dari anggota MPR harus hadir, dan 2/3 dari yang hadir itu harus menyetujui perubahan tersebut. Namun pasal tersebut berubah dengan dikeluarkannya TAP MPR No.IV/MPR/1983 tentang Referendum yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum. Akibatnya untuk mengadakan perubahan terhadap UUD 1945 menjadi semakin sulit untuk dilakukan karena apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui referendum.

Dalam UU No.5 tahun 1985 diatur bahwa untuk mengubah UUD 1945, referendum tersebut harus disetujui oleh minimal 90% dari penduduk Indonesia dan referendum tersebut harus disetujui oleh minimal 90% dari peserta referendum. Ketentuan mengenai referendum tersebut bahkan ditimpali dengan pernyataan tambahan bahwa “MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahannya serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen”. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 104 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 dan Pasal 1 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983. Pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 sekitar pukul 10 pagi di ruang upacara Istana Merdeka, disaksikan pimpinan DPR/MPR dan Ketua Mahkamah Agung, Presiden Soeharto menyampaikan pidato pernyataan berhenti sebagai Presiden RI dan pada kesempatan itu sekaligus dilantik B.J. Habibie sebagai presiden baru menggantikan Soeharto. Namun dalam perjalanannya Orde Baru berubah wajah menjadi kekuasaan yang otoriter.

Penafsiran pasal-pasal UUD 1945 dimanipulasi untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan. Bahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang singkat dan fleksibel mudah disalahtafsirkan dan menguntungkan penguasa, disakralkan untuk tidak diamandemen bukan demi kebaikan rakyat, tetapi demi kekuasaan itu sendiri. Pengalaman pada masa Orde Lama dengan Undang-Undang Dasar 1945 posisi presiden yang sangat kuat, terulang lagi pada masa Orde Baru. Posisi legislatif berada di bawah presiden. Hak asasi rakyat juga dibatasi. Kekuasaan tanpa kontrol akibatnya pemerintahan Orde Baru cenderung melakukan penyimpangan di berbagai aspek kehidupan. Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) merajalela. Terjadi ketidakmerataan hasil pembangunan, kesenjangan kaya dan miskin semakin melebar, utang semakin membengkak, akhirnya menumpuk menjadi krisis multi dimensi. Dipelopori mahasiswa, rakyat menuntut reformasi di segala bidang. Akhirnya Rezim Orde Baru tumbang dengan mundurnya Soeharto tanggal 21 Mei 1998[25].

Pada Era Presiden Habibie, dikeluarkan Ketetapan No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983. Dengan demikian, ketentuan yang berlaku bagi prosedur perubahan UUD 1945 adalah kembali pada Pasal 37 UUD 1945. Hal ini juga ditegaskan dalam Ketetapan MPR No.VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR. Pasal 1 angka 13 TAP MPR No. VII/MPR/1999 menyatakan bahwa perubahan UUD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Selanjutnya dalam amandemen UUD 1945 MPR hasil pemilu 1999 berupaya mengakomodir dan melaksanakan kehendak reformasi yaitu melakukan amandemen terhadap UUD 1945.

Ada beberapa argumen yang disampaikan oleh para pihak terhadap hal ini. Sebagian pihak menginginkan agar dibuat suatu konstitusi baru yang akan menggantikan UUD 1945 secara keseluruhan. Argumen utama kelompok ini adalah karena UUD 1945 dipandang perlu dirombak secara total sehingga perubahan haruslah dalam bentuk penggantian UUD 1945 dengan konstitusi baru. Sebagian pihak lainnya memandang bahwa UUD 1945 masih perlu dipertahankan mengingat adanya Pembukaan UUD 1945. Berdasarkan pertimbangan pengalaman sejarah di konstituante dan pertimbangan praktis bahwa mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti juga mengubah konsensus politik tertinggi.

Pihak lainnya yang berpandangan sama menyatakan bahwa apabila Pembukaan UUD 1945 diubah, maka Negara Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah dibubarkan. Dengan pandangan-pandangan di atas, maka langkah yang dianggap palihg bijaksana adalah dengan melakukan perubahan model amandemen seperti yang dilakukan di Amerika Serikat. Amandemen berarti perubahan, kata ini berasal dari kata dasar “to amend” yaitu merubah. Amandemen dilaksanakan dengan tujuan untuk memperkuat fungsi dan posisi suatu UUD dengan cara menampung (mengakomodir) aspirasi politik yang berkembang guna mencapai tujuan negara sebagaimana yang biasanya dirumuskan oleh konstitusi itu sendiri[26]. Cara melakukan amandemen setiap konstitusi dan praktek implementasinya pada setiap negara bisa berbeda-beda yang biasanya sudah diatur dalam konstitusi negara itu. Di Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 37 UUD 1945 lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan amandemen adalah MPR. Jika dilihat dari teori amandemen yang hingga sekarang tetap dianut khususnya di negara Anglo Saxon, perubahan konstitusi dilakukan dengan menggunakan paradigma sebagai berikut :

a.       Perubahan hanya dilakukan pada batang tubuh tidak pada pembukaan;

b.      Perubahan dilakukan pada pasal-pasal tertentu yang dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan bernegara;

c.       Bahwa pasal-pasal yang diamandemen masih merupakan bagian dari UUD aslinya.

Dalam melaksanakan amandemen UUD 1945, terdapat kesepakatan di antara para fraksi di MPR mengenai beberapa hal yaitu[27] :

a.       Tidak mengubah pembukaan UUD 1945. Sebab Pembukaan UUD 1945 memuat pernyataan kemerdekaan Indonesia, dasar negara dan tujuan berdirinya negara.

b.      Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk memperkuat ikatan negara kesatuan dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai pilar penyalur aspirasi daerah, melengkapi DPR dalam sistem perwakilan Indonesia. DPD dengan kedudukannya yang khas dibanding DPR dan kewenangannya yang spesifik untuk kepentingan daerah merupakan titik temu dari pergumulan pemikiran dan cara pandang maka pihak yang menghendaki sistem unicameral dan bicameral selama proses perubahan UUD 1945 berlangsung[28].

c.       Tetap mempertahankan sistem pemerintahan presidensil yang bertujuan untuk mempertegas dan memperkokoh sistem pemerintahan yang dianut oleh negara RI.

d.      Bagian Penjelasan di dalam UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif dimasukkan ke dalam batang tubuh. Contohnya mengenai kekuasaan kehakiman. Hal-hal prinsip mengenai kekuasaan kehakiman justru berada dalam penjelasan UUD 1945. Oleh karena itu, dalam amandemen apa yang tertera di dalam penjelasan kemudian dimasukkan ke dalam batang tubuh (pasal-pasal) seperti tertera pada Pasal 24 yang baru.

e.       Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara addendum. Maksudnya, UUD 1945 yang belum diubah dan dengan adanya empat perubahan UUD 1945 tersebut merupakan satu kesatuan karena yang diinginkan adalah tidak terpisahnya antara UUD 1945 yang asli dengan hasil amandemen pertama, kedua, ketiga dan keempat. Semuanya itu diistilahkan dalam satu tarikan nafas.

Proses perubahan UUD 1945 harus dimulai dari pemikiran konseptual bahwa di dalam UUD 1945 terkandung antara lain; ideologi konstitusi dan intrumen untuk menegakkan ideologi konstitusi itu. Ideologi konstitusi yang terkandung dalam UUD 1945 antara lain[29] :

a.       Dasar negara Pancasila;

b.      Negara Indonesia adalah negara kesatuan;

c.       Kedaulatan adalah di tangan rakyat;

d.      Negara Indonesia adalah negara hukum;

e.       Negara menjamin dan menghormati hak asasi manusia;

f.       Negara menciptakan kesejahteraan sosial bagi rakyatnya.

Ada empat cara atau metode yang diterapkan dalam melakukan perubahan UUD 1945 yaitu:

a.       Merubah rumusan yang telah ada. Contoh : pasal 2 ayat (1) sebelum diubah berbunyi “mpr terdiri atas anggota dpr ditambah utusan dari daerahdaerah dan golongangolongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang”. Setelah diubah menjadi “mpr terdiri atas anggota dpr dan anggota dpd yang dipilih melalui pemilihan umum yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang”. Dengan perubahan ini berarti disini telah terjadi perubahan struktur ketatanegaraan. Dengan demikian amandemen telah mengubah total rumusan yang telah ada sebelumnya.

b.      Membuat rumusan yang baru sama sekali. Contoh: pasal 6a ayat (1) yang berbunyi “presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dengan demikian, yang memilih presiden dan wakil presiden bukan lagi mpr tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat.

c.       Menghapus atau menghilangkan rumuan yang ada.

Amandemen pada masa reformasi sebagai implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun 1998, adalah melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan Rapublik Indonesia nampak diterapkan dengan baik. Pada periode tersebut UUD 1945 mengalami perubahan hingga ke empat kali, sehingga mempengaruhi proses kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring dengan perubahan UUD 1945 yang terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskah resmi UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu, kedua, ketiga dan keempat, sehingga menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Setelah mengalami perubahan hingga keempat kalinya UUD 1945 merupakan dasar Negara Republik Indonesia yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan berdemokrasi lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara hatihati, tidak tergesa-gesa, serta dengan menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang dilakukan BPUPKI pada saat merancang UUD waktu itu, yaitu sangat tergesa-gesa dan masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang. Pada awalnya gagasan untuk melaksanakan perubahan/amandemen UUD 1945 tidak diterima oleh kekuatan politik yang ada, walaupun perdebatan tentang perubahan UUD 1945 sudah mulai hangat pada tahun 1970-an. Pada saat reformasi, agenda yang utama adalah melaksanakan perubahan UUD 1945, yaitu telah terselenggara pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berhasil menetapkan perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian disusul perubahan kedua, ketiga hingga keempat. Dahulu setiap gagasan amandemen UUD 1945 selalu dianggap salah dan dianggap bertendensi subversi atas negara dan pemerintah, tetapi dengan adanya 21 perubahan pertama ditahun 1999, mitos tentang kesaktian dan kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh.[30]

Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945 setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat dilaksanakan secara merata di daerah-daerah. Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menentukan secara demokrtis akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dijamin lebih baik dan diurai lebih rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin. Keberadaan partai politik tidak dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada kebebasan untuk mendirikan partai politik dengan berasaskan sesuai dengan kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan adil.

Simpul kata, pada pengalaman sejarah pada masa lalu baik masa Orde Lama maupun masa Orde Baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwayuh arti, sehingga mengakibatkan terjadinya sentralisasi kekuasaan di tangan presiden. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen merupakan keharusan, karena hal itu akan mengantar bangsa Indonesia ke arah tahapan baru penataan terhadap ketatanegaraan[31]. Amandemen terhadap UndangUndang Dasar 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999, di mana amandemen yang pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap 9 pasal Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga dilakukan tahun 2001 dan amandemen terakhir dilakukan tahun 2002 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Oleh karena itu, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menurut Jimly Assiddiqie[32] terdiri atas lima naskah, yaitu:

a.       Naskah Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang diberlakukan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959;

b.      Naskah Perubahan Pertama UUD 1945 yang disahkan pada tahun 1999;

c.       Naskah Perubahan Kedua UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2000;

d.      Naskah Perubahan Ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2001; dan

e.       Naskah Perubahan Keempat UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2002.

2.      Penyebab Berubahnya Konstitusi di Indonesia

                                Naskah UUD 1945 yang telah dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) kemudian disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, dirancang dalam situasi dibawah penjajahan Jepang dan ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa sehingga masih terdapat kekuarangan dalam menjalankan praktek berbangsa dan bernegara, itulah salah satu penyebab perubahan konstitusi di Indonesia. Semangat bangsa Indonesia begitu besar ketika hendak mengumandangkan kemerdekaanya, apalagi telah mendapatkan persetujuan dari pihak Jepang yang pada waktu itu secara resmi masih menjajah Indonesia dan mempersilahkan untuk mempersiapkan kemerdekaannya. Naskah Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia dipersiapkan pada masa perang dunia, sehingga mendapat perhatian dari berbagai negara termasuk Jepang dan Belanda.[33]

                        Suasana pada masa itu tentu saja berbeda dengan masa kemerdekaan yang telah dinikmati bangsa Indonesia, sehinnga Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan perjalanan waktu ada yang kurang tepat lagi untuk masa berikutnya, oleh karena itu perlu adanya peninjauan ulang untuk mengamandemennya, itulah sebabnya kemudian Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi di Indonesia mengalami perubahan. Situasi yang mempengaruhi perubahan konstitusi juga berasal dari eksternal yaitu negara asing khususnya Belanda yang mempropaganda agar Indonesia tidak berbentuk Negara Kesatuan tetapi Negara Serikat. Perubahan konstitusi berarti juga perubahan sistem ketatanegaraan, sejak awal Pancasila dan UUD 1945 tidak lapang jalannya karena kolonialis Belanda selalu ingin menancapkan kembali kekuasaannya. Desakan Belanda ini begitu kuat sehingga memaksa bangsa Indonesia harus berpikir politis dalam rangka mengelabui Belanda, walaupun menyetujui himbauan Belanda untuk menjadi negara Serikat tetapi tidak berlangsung lama.

                        Keadaan yang mempengaruhi perubahan konstitusi di Indonesia juga berasal dari internal (dalam negeri) yang beraneka ragam desakan dalam hal menjalankan sistem ketatanegaraan, namun hal itu juga akibat dari faktor eksternal, yaitu perubahan dari negara Serikat kembali ke NKRI, untuk mengelabui Belanda maka UUD yang dipergunakanpun tidak menggunakan UUD 1945 tetapi menggunakan UUDS 1950. Akibat dari perubahan konstitusi maka berubah pula sistem ketatanegaraan Indonesia waktu itu. Situasi yang genting bisa mempengaruhi perubahan konstitusi, karena sistem ketatanegaraan tidak dijalankan dengan baik, pemerintahan kacau dan terjadi ketidak percayaan dalam menjalankan pemerintahan, maka melalui dekrit persiden kembali menggunakan UUD 1945. Presiden mengambil alih kepemimpinan nasional, konstitusi. Perubhan konstitusi sangat dimungkinkan karena di dalam UUD 1945 sendiri mengatur prinsip dan mekanisme perubahan UUD 1945, yaitu termuat dalam Pasal 37 UUD 1945. Secara filosafis UUD 1945 telah mencampurkan antara paham kedaulatan rakyat dengan faham integralistik, sehingga mempengaruhi sistem demokrasi yang tidak bisa berjalan dengan sempurna. Rakyat merasa banyak dirugikan, demokrasi terberangus dan lain sebagainya kemudian terjadi tuntutan perubahan sistem ketatanegaraan yang berawal dari perubahan konstitusi, maka untuk menjadi konstitusi yang kuat harus dilakukan perubahan, agar dapat memfasilitasi bagi tampilnya konfigurasi politik dan pemerintahan yang demokrasi.[34]

C.    Kesimpulan

1.      Konstitusi di Indonesia selalu mengalami perubahan, yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945, kemudian disusul UUD RIS pada tahun 1949 merupakan konstitusi kedua yang mengakibatkan bentuk Negara Kesatuan berubah menjadi Negara Serikat. UUDS 1950 merupakan konstitusi yang ketiga, walaupun kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi sistem pemerintahannya adalah Parlementer sampai dikeluarannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945 yang berlaku hingga reformasi yang menghantarkan amandemen UUD 1945 ke empat kali dan berlaku sampai sekarang.

2.      Perubahan konstitusi di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah bahwa penyususnan rancangan UUD yang dilakukan oleh BPUPKI sangat tergesa-gesa sehingga belum begitu sempurna. Desakan dari Belanda juga merupakan faktor penyebab berubahnya konstitusi, hingga terjadinya pergeseran politik hukum di Indonesia yang menuntut amandemen UUD 1945, dan berpengaruh pada berubahnya sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.



                [1]Darmodiharjo.. Santiaji pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. 1991, h. 56

                [2]Mukti Fajar. Tipe Negara Hukum. Malang: Bayumedia. 2005, h. 76

                [3]Jazim, Hamidi,. Hukum perbandingan Konstitusi. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser, 2009, h. 79

                [4]Ni’matul, Huda,. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005, h. 32

                [5]Moh, Koesnardi. Ilmu Negara. Jakarta: Perintis Press, 1985, h. 65

                [6]Mukti Fajar. Tipe Negara Hukum, …, h. 76

                [7]Muh, Mahfud MD. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003, h. 12

                [8]Jazim, Hamidi,. Hukum perbandingan Konstitusi, …, h. 34

                [9]Ni’matul, Huda,. Hukum Tata Negara Indonesia, …, h. 90

                [10]Mukhsin. Ikhtisar Hukum Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IBLAM. 2005, h. 62

                [11]Adnan  Buyung. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia. Jakarta: Grafiti. 1995, h. 14

                [12]Dasril Radjab,. Hukum Tata Negara,  Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2005, h.34

                [13]M. Agus, Santoso. Kajian Hubungan Timbal Balik Antara Politik dan Hukum, Jurnal Ilmiah Hukum “YURISKA” Vol. I No. I FH UWGM Samarinda, Agustus 2009, h. 125

                [14]Tutik, Triwulan. pokok-pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser. 2006, h. 76

                [15]Tutik, Triwulan. pokok-pokok Hukum Tata Negara, …, h. 78

                [16]Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1989, h. 10.

                [17]Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 3.

                [18]Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara, FHUI Jakarta, 1976, h. 65

                [19]Bintan Regen Saragih, Perubahan Penggantian dan Penetapan UUD di Indonesia, CV. Utama, Bandung, 2006, h. 4.

                [20]Jimly Asshidiqie. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-Van Horve, 1994, h. 13.

                [21]Adnan  Buyung. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, …, h. 76

                [22]Jazim Hamidi, Malik, Hukum Perbandingan Konstitusi, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2008, h. 22.

                [23]M. Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Mandor Maju, Bandung, 2008, h. 27.

[24] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: FH UI, 1983, hlm. 96.

[25] Kus Eddy Sartono, Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan Sampai Era Reformasi, HUMANIKA Vol. 9 No. 1, Maret 2009, hlm. 101.

[26] Morissan, Hukum Tata Negara RI Era Reformasi, Jakarta: Ramdina Prakarsa, 2005, hlm. 32

[27] Agustin Terang Narang, Reformasi Hukum; Pertanggungjawaban Seorang Wakil Rakyat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, hlm. 14.

[28] Lukman Hakim Saifuddin (anggota F-PPP DPR), Negara RI atau Pemahaman Kita Yang Bukan-Bukan?, artikel Kompas, 28 Agustus 2003.

[29] Permandangan Umum Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2002

[30] Muh, Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 176

[31] Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2004, hlm. 177.

[32] Jimly Assiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2007, hlm. 98

                [33]Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, …, h. 90

                [34]Mukhsin. Ikhtisar Hukum Indonesia, …, h. 63

No comments:

Post a Comment

MAKALAH RIBA

  1.       Pengertian Riba Riba berasal dari bahasa arab yang artinya tambahan (زيادة ,(yang berarti tambahan pembayaran atas uang pokok ...