MAKALAH
MENAPAKTILAS KONSTITUSI DI INDONESIA
A.
Latar Belakang
Pada suatu negara di dunia pasti mempunyai
konstitusi, karena konstitusi merupakan salah satu syarat penting untuk
mendirikan dan membangun suatu negara yang merdeka, oleh karenanya begitu
pentingnya konstitusi itu dalam suatu negara. Konstitusi merupakan suatu
kerangka kehidupan politik yang sesungguhnya telah dibangun pertama kali
peradaban dunia dimulai, karena hampir semua negara menghendaki kehidupan
bernegara yang konstitusional, adapun ciri-ciri pemerintahan yang konstitusional
diantaranya memperluas partisipasi politik, memberi kekuasaan legislatif pada
rakyat, menolak pemerintahan otoriter dan sebagainya.[1]
Dalam
catatan sejarah mengenai timbulnya negara yang konstitusional merupakan proses
panjang dan selalu menarik untuk dikaji dalam membangun sebuah pemerintahan
yang konstitusional. Dimulai sejak jaman Yunani yaitu masa Aristoteles yang
telah berhasil mengumpulkan begitu banyak konstitusi dari berbagai negara. Pada
mulanya konstitusi itu dipahami sebagai kumpulan peraturan serta adat kebiasaan
semata-mata pada suatu peradaban, kemudian memperoleh tambahan arti sebagai suatu
perkumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para Kaisar.[2]
Selain
sebagai peraturan yang dibuat oleh Kaisar, di dalam konstitusi juga termasuk memuat
pernyataan-prnyataan atau pendapat dari para ahli hukum/negarawan, serta adat
kebiasaan peradaban setempat, termasuk di dalamnya adalah undang-undang. Pada
masa peradaban Roma konstitusi mempunyai pengaruh begitu besar sampai pada abat
pertengahan, sehingga tercetuslah inspirasi kehidupan demokrasi perwakilan yang
cukup kuat hingga melahirkan paham demokrasi perwakilan dan nasionalisme, dari
sinilah sebagai cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern dalam
sebuah Negara.
Dalam
mendirikan sebuah negara sedikitnya diperlukan unsur-unsur sebagai berikut :[3]
1.
Adanya wilayah
tertentu;
2.
Rakyat; dan
3.
Pemerintahan
yang diakui
Wilayah
adalah batas suatu negara meliputi darat laut dan udara, rakyat adalah
sekumpulan manusia yang hidup di suatu tempat yang dilawankan dengan
makhluk-makhluk lain yang hidup, sedangkan pemarintah adalah merupakan alat
bagi negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya, dan merupakan
alat juga dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan. Sebagai alat maka pemerintahan
harus mempunyai batasan-batasan yang ditetapkan secara permanen yang disebut
konstitusi, sebagai ukuran untuk mempelajari hukum suatu Negara Indonesia
sebagai negara yang merdeka tentu saja mempunyai konstitusi sebagai landasan
menjalankan pemerintahan negara.[4]
Terbentuknya
konstitusi di Indonesia diawali dari janji Jepang yang kemudian membentuk Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Zumbi choosakai,
kemudian terbentuk pada tanggal 29April 1945, dilantik pada tanggal 28 Mei
1945, mulai bekerja tanggal 29 Mei 1945, maka dengan terbentuknya BPUPKI bangsa
Indonesia secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan
syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Sebagai negera
merdeka, Indonesia tidak mungkin dapat membentuk dan menjalankan pemerintahan
jika tidak membentuk konstitusi atau UUD terlebih dahulu, karena dalam
konstitusi disebutkan perintah membentuk pemerintahan seperti yang terurai
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, yang berbunyi :”Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dst……….”
Sehingga atas perintah konstitusi yang sudah
disahkan, maka Indonesia secara legal dapat membentuk pemerintahan sesuai yang
dicita-citakan. Dalam batang tubuh UUD 1945 diuraikan pula mengenai bagaimana
dan siapa yang memegang kekuasaan pemerintahan, yaitu dalam Pasal 4 ayat (1)
UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah mengalami perubahan menyebutkan bahwa
:”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UndangUndang Dasar.” Disamping itu batang tubuh UUD 1945 juga menyebutkan
kekuasaan-kekuasaan yang lainnya, sehingga jelas bahwa UUD 1945 sebagai
konstitusi Republik Indonesia memuat ketentuan-ketentuan pokok dalam
menjalankan pemerintahan negara, oleh sebab itu dalam suatu negara yang
merdeka, konstitusi atau UUD merupakan hal yang sangat diperlukan.[5]
Indonesia
adalah negara hukum, sedangkan ciri-ciri negara hukum adalah adanya : [6]
1.
Asas pengakuan
dan perlindungan hah-hak asasi manusia;
2.
Asas legalitas;
3.
Asas pembagian
kekuasaan;
4.
Asas peradilan
yang bebas dan tidak memihak; 5. Asas kedaulat rakyat. 6. Asas demokrasi
5.
Asas
konstitusional.
Asas
legalitas dan asas konstitusional merupakan ciri yang harus dimiliki oleh
sebuah negara hukum, sedangkan konstitusi atau UUD merupakan bentuk legalitas
adanya peraturan secara tertulis. Dengan demikian secara konstitusonal yang
juga merupakan ciri pokok negara hukum telah terpenuhi, sehingga konstitusi
atau UUD merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam suatu negara hukum
seperti Indonesia.
Sedangkan
bentuk konstitusi itu dalam suatu masa akan menggambarkan kondisi demokrasi
pada masa itu pula. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia
merupakan hukum tertinggi yang ditetapkan secara konstitusional, sedangkan
hukum itu merupakan produk politik, karena dalam kenyataannya setiap produk
hukum merupakan produk politik, sehingga hukum dapat dilihat sebagai
kristalisasi dari pemikiran politik yang saling interaksi dikalangan politisi.
sedangkan politik itu kental dengan kepentingan, oleh karena itu tidak mustahil
karena kepentingan itulah kemudian dapat merubah produk hukum juga, demikian halnya
terhadap konstitusi di Indonesia yang selalu berubah dan mengikuti perkembangan
politik.[7]
Sejak
Proklamsai Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dan diikuti
pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi pada tanggal 18 Agustus 1945, hingga
kini UUD 1945 sebagai konstitusi telah mengalami perkembangan dan
perubahan-perubahan, hal itu disebabkan karena perkembangan politik demokrasi
yang selalu berkembang dan berubah-ubah pula. kepentingan yang berubah-ubah
juga menjadi sebab berubahnya konstitusi, namun semuanya pasti mempunyai tujuan
sama yaitu menuju hukum yang dicita-citakan (Ius constituendum).[8]
Perkembangan konstitusi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem politik
pada waktu tertentu, pada mulanya UUD 1945 dijadikan konstitusi, namun sempat
tidak diberlakukan pada pemerintahan Republik Indonesia Serikan dan masa sistem
pemerintahan parlementer, akhirnya UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia
deberlakukan kembali hingga kini dan telah mengalami perubahan. Perkembangan
konstitusi di Indonesia merupakan hal yang menarik untuk dikaji.
Maka
dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk mengkaji dan menuangkannya dalam
bentuk tulisan ini, dengan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana
perkembangan konstitusi di Indonesia?.” Dan Mengapa konstitusi di Indonesia
mengalami perubahan?.” Tujuan dari penelitian ini adalah merupakan tujuan dari
permasalah yang dipaparkan, agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan maka
tujuan itu hendaknya sejalan dengan permasalahan yang sudah ditentukan. Tujuan
dari penelitian ini adalah : Untuk mengetauhi bagaimana perkembangan konstitusi
di Indonesia, dan Mengapa konstitusi di Indonesia mengalami perubahan?
B.
Pembahasan
1.
Perkembangan
Konstitusi di Indonesia
Istilah konstitusi
berasal dari bahasa Perancis, yaitu constituer
berarti membentuk, yang dimaksud ialah membentuk suatu negara, dalam bahasa
Inggris dipakai istilah constitution
yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi, dalam praktek dapat berarti
lebih luas dari pada pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang
menyamakan dengan Undang-Undang Dasar.[9]
Dalam bahasa Latin, kata
konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume adalah sebuah reposisi yang berarti bersama dengan……., dan
statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang
berarti berdiri. Atas dasar itu maka kata statuere mempunyai arti membuat
sesuatu agar berdiri atau mendirikan / menetapkan.[10]
Pengertian konstitusi menurut bahasa Perancis, bahasa Inggris dan bahasa Latin,
pada intinya adalah suatu ungkapan untuk membentuk, mendirikan/menetapkan,
lebih lanjut dikenal dengan maksud pembentukan, penyusunan atau menyatakan
suatu negara, maka dengan kata lain secara sederhana, konstitusi dapat
diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara, yang
dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan.
Secara terminologi,
pengertian konstitusi tidak hanya dipahami sesederhana itu, tetapi dapat
dipahami secara lebih luas lagi, hal itu disebabkan karena semakin kompleksnya
permasalahan dalam suatu negara, maka pendekatannya dalam memahami konstitusi
bukan saja dilihat dari sudut pandang hukum, khusunya Hukum Tata Negara saja,
tetapi harus pula dipahahi dari sudut pandang ilmu politik. Karena itu tidak
mengherankan jika sebagian konstitusi akan lebih bermuatan politis ketimbang
bermuatan yuridis. Lebih lanjut mengenai istilah konstitusi ini para Sarjana
dan ilmuan Hukum Tata Negara terdapat perbedaan, sebagian ada
yang berpendapat bahwa konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar, dengan dasar
bahwa semua peraturan hukum itu harus ditulis, dan konstitusi yang tertulis itu
adalah Undang-Undang Dasar. Ada pula yang berpendapat bahwa konstitusi tidak
sama dengah Undang-Undang Dasar, dengan dasar bahwa tidak semua hal penting
harus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok saja.
Pendapat kedua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan yang prinsipiil,
karena kelompok pertama mempersamakan istilah konstitusi dengan Undang-Undang
Dasar, sedangkan kelompok kedua meninjau dari segi materi yang ada dalam konstitusi
atau Undang-Undang Dasar.[11]
Sehingga
perbedaan itu hanyalah persoalan penting atau tidak penting saja yang harus
dimuat dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar, oleh karenanya perbedaan itu
bukanlah suatu yang prinsip dalam memahami konstitusi. Berdasarkan definisi
konstitusi menurut C.F. Strong, yang ditulis oleh Jazim Hamidi, terdapat tiga
unsur yang termuat dalam konstitusi, yaitu :
a. Prinsip-prinsip
mengenai kekuasaan pemerintahan;
b. Prinsip-prinsip
mengenai hak-hak mengenai warga negara;
c. Prinsip-prinsip
mengenai hubungan antara warga negara dengan pemerintah.
Konstitusi
secara umum memiliki sifatsifat formil dan materiil. Konstitusi dalam arti
formil berarti konstitusi yang tertulis dalam suatu ketatanegaraan suatu
negara, Dalam pandangan ini suatu konstitusi baru bermakna apabila konstitusi
tersebut telah berbentuk nakskah tertulis dan diundangkan, misalnya UUD 1945,
Sedangkan konstitusi materiil adalah suatu konstitusi jika orang melihat dari
segi isinya, isi konstitusi pada dasarnya menyangkut hal-hal yang bersifat
dasar atau pokok bagi rakyat dan negara. Sifat konstitusi tertulis dituangkan
dalam bentuk Undang-Undang Dasar pada suatu negara, sedangkan konstitusi
disamping memuat aspek hukum juga memuat aspek politik yang lebih banyak lagi,
yaitu politik pada masa tertentu suatu negara. Pada suatu negara selalu
mengalami perkembangan politik, dengan demikian konstitusipun juga. selalu mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan politik suatu bangsa, demikian pula Indonesia telah mengalami
perkembangan konstitusi sejalan dengan perkembangan politik sejak kemerdekaan.[12]
Konfigurasi politik
tertentu akan mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan suatu bangsa, begitu
juga mengalami perkembangan politik pada beberapa periode tentu akan
mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan ketatanegaraan
tersebut juga sejalan dengan perkembangan dan perubahan konstitusi di Indonesia
seperti diuraikan dalam pembehasan berikut ini :[13]
a. Periode 18Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember
1949, masa berlakunya Undang-Undang Dasar 1945.[14]
Pada masa periode pertama kali terbentuknya Negara
Republik Indonesia, konstitusi atau UndangUndang Dasar yang pertama kali
berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan BPUPKI, kemudian disahkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut UUD 1945 kedaulatan berada ditangan
rakyat dan dilaksanakan oleh MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara.
Berdasarkan UUD 1945, MPR terdiri dari DPR,
Utusan Daerah dan Utusan
Golongan. dalam menjalankan kedaulatan rakyat mempunyai tugas dan wewenang
menetapkan UUD, GBHN, memilih dan mengangkat Presiden dan wakil Presiden serta
mengubah UUD. Selain MPR terdapat lembaga tinggi negara lainnya dibawah MPR,
yaitu Presiden yang menjalankan pemerintahan, DPR yang membuat Undang-Undang,
Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) dan Mahkamah Agung (MA). Menyadari bahwa negara Indonesia baru saja
terbentuk, tidak mungkin semua urusan dijalankan berdasarkan konstitusi, maka
berdasarkan hasil kesepakatan yang termuat dalam Pasal 3 Aturan Peralihan
menyatakan :”Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh PPKI.”
Kemudian dipilihlah secara aklamasi Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama kali. Dalam menjalankan
tugasnya presiden dibantu oleh Komite Nasional, dengan sistem pemerintahan
presidensial artinya kabinet bertanggung jawab pada presiden. Pada masa ini
terbukti bahwa konstitusi belum dijalankan secara murni dan konskwen, sistem ketatanegaraan
berubah-ubah, terutama pada saat dikeluarkannya maklumat Wakil Presiden No. X
tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi tugas legislatif dan
menetapkan GBHN bersama Presiden, KNIP bersama Presiden menetapkan
Undang-Undang, dan dalam menjalankan tugas sehari-hari dibentuklah badan
pekerja yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
b. Periopde 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus
1950, masa berlakunya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (RIS).[15]
Sebagai rasa ungkapan ketidakpuasan bangsa
Belanda atas kemerdekaan Republik
Indonesia, terjadilah kontak senjata (agresi) oleh Belanda pada tahun 1947 dan
1948, dengan keinginan Belanda untuk memecah belah NKRI menjadi negara federal
agar dengan secara mudah dikuasai kembali oleh Belanda, akhirnya disepakati
untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda, dengan
menghasilkan tiga buah persetujuan antara lain :
1)
Mendirikan
Negara Republik Indonesia Serikat;
2)
Penyerahan
kedaulatan Kepada Republik Indonesia Serikat;
3)
Didirikan Uni
antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Pada tahun 1949
berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD 1945 menjadi Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Serikat (UUD RIS), maka berubah pula bentuk Negara Kesatuan
menjadi negara Serikat (federal), yaitu negara yang tersusun dari beberapa negara
yang semula berdiri sendirisendiri kemudian mengadakan ikatan kerja sama secara
efektif, atau dengan kata lain negara serikat adalah Negara yang tersusun jamak
terdiri dari negaranegara bagian. Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia
Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat.
Sistem pemerintahan
presidensial berubah menjadi parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan
pemerintah berada di tangan Menteri-Menteri baik secara bersama-sama maupun
sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), Namun demikian pada konstitusi
RIS ini juga belum dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara
belum dibentuk sesuai amanat UUD RIS.
c. Periode 17Agustus 1950 samapi dengan 5 Juli 1959,
masa berlaku UndangUndang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).
Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal
itu disebabkan karena isi konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat, juga
bukan merupakan kehendak politik rakyat Indonesia melainkan rekayasa dari pihak
Balanda maupun PBB, sehingga menimbulkan tuntutan untuk kembali ke NKRI. Satu
persatu negara bagian menggabungkan diri menjadi negara Republik Indonesia,
kemudian disepakati untuk kembali ke NKRI dengan menggunakan UUD sementara
1950. Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni negara
yang bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara sebagaimana halnya
bentuk negara serikat.[16]
Ketentuan Negara
Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang menyatakan Republik
Indonesia merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk
kesatuan. Pelaksanaan konstitusi ini merupakan penjelmaan dari NKRI berdasarkan
Proklamasi 17 Agustua 1945.
Serta didalamnya juga
menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan kepada daerah-daerah di seluruh
Indonesia. Sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer,
karena tugas-tugas ekskutif dipertanggung jawabkan oleh Menteri-Menteri baik
secara bersama-sama maupun sendirisendiri kepada DPR. Kepala negara sebagai
pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat karena kepala negara
dianggap tidak pernah melakukan kesalahan, kemudian apabila DPR dianggap tidak
representatif maka Presiden berhak membubarkan DPR.[17]
d. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999,
masa berlaku UndangUndang Dasar 1945.
Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali
dengan dasar dekrit Prsiden tanggal 5 Juli tahun 1959. Berdasarkan ketentuan
ketatanegaraan dekrit presiden diperbolehkan karena negara dalam keadaan bahaya
oleh karena itu Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang perlu mengambil
tindakan untuk menyelamatkan bangsa dan negara yang diproklamasikan 17 Agustus
1945.
Berlakunya kembali UUD
1945 berarti merubah sistem ketatanegaraan, Presiden yang sebelumnya hanya
sebagai kepala negara selanjutnya juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan,
dibantu Menteri-Menteri kabinet yang bertanggung jawab kepada Presiden. Sistem
pemerintahan yang sebelumnya parlementer berubah menjadi sistem presidensial.
Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun
1966.
Lembaga-lembaga negara
yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak berdasar secara konstitusional,
akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan kemudian meletuslah Gerakan 30
September 1966 sebagai gerakan anti Pancasila yang dipelopori oleh PKI, walaupun
kemudian dapat dipatahkannya. Pergantian kepemimpinan nasional terjadi pada
periode ini, dari Presiden Soekarno digantikan Soeharto, yang semula didasari
oleh Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kemudian dilaksanakan pemilihan umum
yang kedua pada tahun 1972.[18]
Babak baru pemerintah
orde baru dimulai, sistem ketatanegaraan sudah berdasar konstitusi, pemilihan
umun dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, pembangunan nasional berjalan dengan
baik, namun disisi lain terjadi kediktaktoran yang luar biasa dengan alasan
demi terselenggaranya stabilatas nasional dan pembangunan ekonomni, sehingga
sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak berjalan dengan baik.
Keberadaan partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga demokrasi
terkesan mandul, tidak ada kebebasan bagi rakyat yang ingin menyampaikan
kehendaknya, walaupun pilar kekuasaan negara seperti ekskutif, legislatif dan
yudikatif sudah ada tapi perannya tidak sepenuhnya, kemauan politik menghendaki
kekuatan negara berada ditangan satu orang yaitu Presiden, sehingga menimbulkan
demontrasi besar pada tahun 1998 dengan tuntutan reformasi, yang berujung pada
pergantian kepemimpinan nasional.[19]
e. Periode 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus
2002, masa berlaku pelaksanaan perubahan UndangUndang Dasar 1945
Sebagai
implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun 1998, adalah melak
uk an perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang
dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan
prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan Rapublik Indonesia nampak
diterapkan dengan baik. Dalam melakukan perubahan UUD 1945, MPR menetapkan lima
kesepakatan, yaitu :[20]
1)
Tidak mengubah Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia 1945;
2)
Tetap
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3)
Mempertegas
sistem pemerintahan presidensial;
4)
Penjelasan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal
normatif akan dimaksukkan kedalam pasalpasal (batang tubuh)
5)
Melakukan perubahan dengan cara adendum.
Pada periode ini UUD
1945 mengalami perubahan hingga ke empat kali, sehingga mempengaruhi proses
kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring dengan perubahan UUD 1945 yang
terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskan resmi UUD 1945 terdiri
atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya ditambah dengan
perubahan UUD 1945 kesatu, kedua , ketiga dan keempat, sehingga menjadi dasar
negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara.[21]
f. Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa
berlaku UndangUndang Dasar 1945, setelah mengalami perubahan.
Bahwa
setelah megalami perubahan hingga keempat kalinya UUD 1945 merupakan dasar
Negara Republik Indonesia yang fundamental untuk menghantarkan kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, tentu saja kehidupan
berdemokrasi lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD 1945 dilakukan dengan
cara hatihati, tidak tergesa-gesa, serta dengan menggunakan waktu yang cukup,
tidak seperti yang dilakukan BPUPKI pada saat merancang UUD waktu itu, yaitu
sangat tergesa-gesa dan masih dalam suasana dibawah penjajahan Jepang.
Pada awalnya gagasan
untuk melaksanakan perubahan/amandemen UUD 1945 tidak diterima oleh kekuatan
politik yang ada, walaupun perdebatan tentang perubahan UUD 1945 sudah mulai
hangat pada tahun 1970 an. Pada saat reformasi, agenda yang utama adalah
melaksanakan perubahan UUD 1945, yaitu telah terselenggara pada Sidang Umum MPR
tahun 1999 dan berhasil menetapkan perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian
disusul perubahan kedua, ketiga hingga keempat. Dahulu setiap gagasan amandemen
UUD 1945 selalu dianggap salah dan dianggap bertendensi subversi atas negara
dan pemerintah, tetapi dengan adanya perubahan pertama ditahun 1999, mitos
tentang kesaktian dan kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh.
Nuansa demokrasi lebih
terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami perubahan. Keberadaan lembaga
negara sejajar, yaitu lembaga ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR,
yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara
tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Masa
jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih secara langsung
oleh rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945
setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat dilaksanakan
secara merata di daerah-daerah. Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara
demokratis, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala
daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menentukan secara demokrtis akan
pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat.[22]
Jaminan terhadap hak- hak asasi manusia
dijamin lebih baik dan diurai lebih rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan
demokrasi lebih terjamin. Keberadaan partai politik tidak dibelenggu seperti
masa sebelumnya, ada kebebasan untuk mendirikan partai politik dengan
berasaskan sesuai dengan kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan
adil.[23]
Pergeseran
kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto menimbulkan perubahan orde dari Orde Lama
ke Orde Baru. Implementasi Undang-Undang Dasar 1945 mengalami beberapa koreksi.
Orde Baru mempunyai tekad untuk melakukan koreksi atas berbagai penyimpangan
terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada masa Orde Lama. Pada mulanya Orde baru
berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Dan
rakyat merasakan peningkatan kondisi di berbagai bidang kehidupan melalui
serangkaian program yang dituangkan dalam GBHN dan Repelita. Istilah orde baru
disematkan pada masa ini dikarenakan untuk membedakan MPRS masa orde lama yang
dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen[24].
Selama
32 tahun pemerintah orde baru berkuasa, UUD 1945 telah berubah menjadi semacam
kitab suci yang sakral yang tidak boleh disentuh perubahan, padahal Pasal 37
UUD 1945 sendiri telah secara jelas menyatakan membuka diri untuk dapat
dilakukan perubahan dengan syarat 2/3 dari anggota MPR harus hadir, dan 2/3
dari yang hadir itu harus menyetujui perubahan tersebut. Namun pasal tersebut berubah
dengan dikeluarkannya TAP MPR No.IV/MPR/1983 tentang Referendum yang kemudian
ditindaklanjuti dengan pembentukan UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
Akibatnya untuk mengadakan perubahan terhadap UUD 1945 menjadi semakin sulit
untuk dilakukan karena apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD 1945,
terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui referendum.
Dalam UU No.5 tahun 1985 diatur bahwa untuk mengubah
UUD 1945, referendum tersebut harus disetujui oleh minimal 90% dari penduduk
Indonesia dan referendum tersebut harus disetujui oleh minimal 90% dari peserta
referendum. Ketentuan mengenai referendum tersebut bahkan ditimpali dengan
pernyataan tambahan bahwa “MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945,
tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahannya serta akan
melaksanakannya secara murni dan konsekuen”. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal
104 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 dan Pasal 1 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983.
Pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 sekitar pukul 10 pagi di ruang upacara
Istana Merdeka, disaksikan pimpinan DPR/MPR dan Ketua Mahkamah Agung, Presiden
Soeharto menyampaikan pidato pernyataan berhenti sebagai Presiden RI dan pada
kesempatan itu sekaligus dilantik B.J. Habibie sebagai presiden baru
menggantikan Soeharto. Namun dalam perjalanannya Orde Baru berubah wajah menjadi
kekuasaan yang otoriter.
Penafsiran pasal-pasal UUD 1945 dimanipulasi untuk
kepentingan mempertahankan kekuasaan. Bahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang
singkat dan fleksibel mudah disalahtafsirkan dan menguntungkan penguasa,
disakralkan untuk tidak diamandemen bukan demi kebaikan rakyat, tetapi demi
kekuasaan itu sendiri. Pengalaman pada masa Orde Lama dengan Undang-Undang
Dasar 1945 posisi presiden yang sangat kuat, terulang lagi pada masa Orde Baru.
Posisi legislatif berada di bawah presiden. Hak asasi rakyat juga dibatasi.
Kekuasaan tanpa kontrol akibatnya pemerintahan Orde Baru cenderung melakukan
penyimpangan di berbagai aspek kehidupan. Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
merajalela. Terjadi ketidakmerataan hasil pembangunan, kesenjangan kaya dan
miskin semakin melebar, utang semakin membengkak, akhirnya menumpuk menjadi
krisis multi dimensi. Dipelopori mahasiswa, rakyat menuntut reformasi di segala
bidang. Akhirnya Rezim Orde Baru tumbang dengan mundurnya Soeharto tanggal 21
Mei 1998[25].
Pada Era Presiden Habibie, dikeluarkan Ketetapan No.
VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983. Dengan
demikian, ketentuan yang berlaku bagi prosedur perubahan UUD 1945 adalah
kembali pada Pasal 37 UUD 1945. Hal ini juga ditegaskan dalam Ketetapan MPR
No.VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan MPR No.
I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR. Pasal 1 angka 13 TAP MPR No.
VII/MPR/1999 menyatakan bahwa perubahan UUD dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Selanjutnya dalam amandemen UUD 1945 MPR hasil
pemilu 1999 berupaya mengakomodir dan melaksanakan kehendak reformasi yaitu
melakukan amandemen terhadap UUD 1945.
Ada beberapa argumen yang disampaikan oleh para
pihak terhadap hal ini. Sebagian pihak menginginkan agar dibuat suatu
konstitusi baru yang akan menggantikan UUD 1945 secara keseluruhan. Argumen
utama kelompok ini adalah karena UUD 1945 dipandang perlu dirombak secara total
sehingga perubahan haruslah dalam bentuk penggantian UUD 1945 dengan konstitusi
baru. Sebagian pihak lainnya memandang bahwa UUD 1945 masih perlu dipertahankan
mengingat adanya Pembukaan UUD 1945. Berdasarkan pertimbangan pengalaman
sejarah di konstituante dan pertimbangan praktis bahwa mengubah Pembukaan UUD
1945 berarti juga mengubah konsensus politik tertinggi.
Pihak lainnya yang berpandangan sama menyatakan
bahwa apabila Pembukaan UUD 1945 diubah, maka Negara Indonesia yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah dibubarkan. Dengan
pandangan-pandangan di atas, maka langkah yang dianggap palihg bijaksana adalah
dengan melakukan perubahan model amandemen seperti yang dilakukan di Amerika
Serikat. Amandemen berarti perubahan, kata ini berasal dari kata dasar “to amend” yaitu merubah. Amandemen
dilaksanakan dengan tujuan untuk memperkuat fungsi dan posisi suatu UUD dengan
cara menampung (mengakomodir) aspirasi politik yang berkembang guna mencapai
tujuan negara sebagaimana yang biasanya dirumuskan oleh konstitusi itu sendiri[26]. Cara
melakukan amandemen setiap konstitusi dan praktek implementasinya pada setiap
negara bisa berbeda-beda yang biasanya sudah diatur dalam konstitusi negara
itu. Di Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 37 UUD 1945 lembaga yang diberi
wewenang untuk melakukan amandemen adalah MPR. Jika dilihat dari teori
amandemen yang hingga sekarang tetap dianut khususnya di negara Anglo Saxon,
perubahan konstitusi dilakukan dengan menggunakan paradigma sebagai berikut :
a. Perubahan
hanya dilakukan pada batang tubuh tidak pada pembukaan;
b. Perubahan
dilakukan pada pasal-pasal tertentu yang dinilai tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan tuntutan bernegara;
c. Bahwa
pasal-pasal yang diamandemen masih merupakan bagian dari UUD aslinya.
Dalam melaksanakan amandemen UUD 1945, terdapat
kesepakatan di antara para fraksi di MPR mengenai beberapa hal yaitu[27] :
a. Tidak
mengubah pembukaan UUD 1945. Sebab Pembukaan UUD 1945 memuat pernyataan
kemerdekaan Indonesia, dasar negara dan tujuan berdirinya negara.
b. Tetap
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk memperkuat ikatan
negara kesatuan dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai pilar penyalur
aspirasi daerah, melengkapi DPR dalam sistem perwakilan Indonesia. DPD dengan
kedudukannya yang khas dibanding DPR dan kewenangannya yang spesifik untuk
kepentingan daerah merupakan titik temu dari pergumulan pemikiran dan cara
pandang maka pihak yang menghendaki sistem unicameral dan bicameral selama
proses perubahan UUD 1945 berlangsung[28].
c. Tetap
mempertahankan sistem pemerintahan presidensil yang bertujuan untuk mempertegas
dan memperkokoh sistem pemerintahan yang dianut oleh negara RI.
d. Bagian
Penjelasan di dalam UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif dimasukkan ke dalam
batang tubuh. Contohnya mengenai kekuasaan kehakiman. Hal-hal prinsip mengenai
kekuasaan kehakiman justru berada dalam penjelasan UUD 1945. Oleh karena itu,
dalam amandemen apa yang tertera di dalam penjelasan kemudian dimasukkan ke
dalam batang tubuh (pasal-pasal) seperti tertera pada Pasal 24 yang baru.
e. Perubahan
UUD 1945 dilakukan dengan cara addendum. Maksudnya, UUD 1945 yang belum diubah
dan dengan adanya empat perubahan UUD 1945 tersebut merupakan satu kesatuan
karena yang diinginkan adalah tidak terpisahnya antara UUD 1945 yang asli
dengan hasil amandemen pertama, kedua, ketiga dan keempat. Semuanya itu
diistilahkan dalam satu tarikan nafas.
Proses perubahan UUD 1945 harus dimulai dari
pemikiran konseptual bahwa di dalam UUD 1945 terkandung antara lain; ideologi
konstitusi dan intrumen untuk menegakkan ideologi konstitusi itu. Ideologi
konstitusi yang terkandung dalam UUD 1945 antara lain[29] :
a. Dasar
negara Pancasila;
b. Negara
Indonesia adalah negara kesatuan;
c. Kedaulatan
adalah di tangan rakyat;
d. Negara
Indonesia adalah negara hukum;
e. Negara
menjamin dan menghormati hak asasi manusia;
f. Negara
menciptakan kesejahteraan sosial bagi rakyatnya.
Ada empat cara atau metode yang diterapkan dalam
melakukan perubahan UUD 1945 yaitu:
a. Merubah
rumusan yang telah ada. Contoh : pasal 2 ayat (1) sebelum diubah berbunyi “mpr
terdiri atas anggota dpr ditambah utusan dari daerahdaerah dan golongangolongan
menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang”. Setelah diubah menjadi
“mpr terdiri atas anggota dpr dan anggota dpd yang dipilih melalui pemilihan
umum yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang”. Dengan perubahan ini
berarti disini telah terjadi perubahan struktur ketatanegaraan. Dengan demikian
amandemen telah mengubah total rumusan yang telah ada sebelumnya.
b. Membuat
rumusan yang baru sama sekali. Contoh: pasal 6a ayat (1) yang berbunyi
“presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat”. Dengan demikian, yang memilih presiden dan wakil presiden bukan lagi
mpr tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat.
c. Menghapus
atau menghilangkan rumuan yang ada.
Amandemen pada masa reformasi sebagai implementasi
tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun 1998, adalah melakukan
perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dasar
hukum perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 yang dilakukan
oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan prinsip-prinsip
demokrasi di Negara Kesatuan Rapublik Indonesia nampak diterapkan dengan baik.
Pada periode tersebut UUD 1945 mengalami perubahan hingga ke empat kali,
sehingga mempengaruhi proses kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring
dengan perubahan UUD 1945 yang terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka
naskah resmi UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah
aslinya ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu, kedua, ketiga dan keempat,
sehingga menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Setelah mengalami perubahan hingga keempat
kalinya UUD 1945 merupakan dasar Negara Republik Indonesia yang fundamental
untuk menghantarkan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia,
tentu saja kehidupan berdemokrasi lebih terjamin lagi, karena perubahan UUD
1945 dilakukan dengan cara hatihati, tidak tergesa-gesa, serta dengan
menggunakan waktu yang cukup, tidak seperti yang dilakukan BPUPKI pada saat
merancang UUD waktu itu, yaitu sangat tergesa-gesa dan masih dalam suasana
dibawah penjajahan Jepang. Pada awalnya gagasan untuk melaksanakan perubahan/amandemen
UUD 1945 tidak diterima oleh kekuatan politik yang ada, walaupun perdebatan
tentang perubahan UUD 1945 sudah mulai hangat pada tahun 1970-an. Pada saat
reformasi, agenda yang utama adalah melaksanakan perubahan UUD 1945, yaitu
telah terselenggara pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berhasil menetapkan
perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian disusul perubahan kedua, ketiga
hingga keempat. Dahulu setiap gagasan amandemen UUD 1945 selalu dianggap salah
dan dianggap bertendensi subversi atas negara dan pemerintah, tetapi dengan
adanya 21 perubahan pertama ditahun 1999, mitos tentang kesaktian dan
kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh.[30]
Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945
setelah mengalami perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga
ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD),
lembaga Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga
negara tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya.
Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih secara
langsung oleh rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam
UUD 1945 setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat
dilaksanakan secara merata di daerah-daerah. Pemilihan kepala daerah
dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU mengenai
pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menentukan
secara demokrtis akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat.
Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dijamin lebih baik dan diurai lebih
rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin.
Keberadaan partai politik tidak dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada
kebebasan untuk mendirikan partai politik dengan berasaskan sesuai dengan
kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta
dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan adil.
Simpul kata, pada pengalaman sejarah pada masa lalu
baik masa Orde Lama maupun masa Orde Baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal
Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan
kata lain berwayuh arti, sehingga mengakibatkan terjadinya sentralisasi
kekuasaan di tangan presiden. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya
dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen merupakan
keharusan, karena hal itu akan mengantar bangsa Indonesia ke arah tahapan baru
penataan terhadap ketatanegaraan[31].
Amandemen terhadap UndangUndang Dasar 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia
sejak tahun 1999, di mana amandemen yang pertama dilakukan dengan memberikan
tambahan dan perubahan terhadap 9 pasal Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian
amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga dilakukan tahun 2001
dan amandemen terakhir dilakukan tahun 2002 dan disahkan pada tanggal 10
Agustus 2002. Oleh karena itu, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 menurut Jimly Assiddiqie[32]
terdiri atas lima naskah, yaitu:
a. Naskah
Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang diberlakukan oleh Dekrit Presiden 5 Juli
1959;
b. Naskah
Perubahan Pertama UUD 1945 yang disahkan pada tahun 1999;
c. Naskah
Perubahan Kedua UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2000;
d. Naskah
Perubahan Ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2001; dan
e. Naskah
Perubahan Keempat UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2002.
2.
Penyebab
Berubahnya Konstitusi di Indonesia
Naskah UUD 1945 yang telah dirancang oleh Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) kemudian
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
Agustus 1945, dirancang dalam situasi dibawah penjajahan Jepang dan ditetapkan
dalam suasana tergesa-gesa sehingga masih terdapat kekuarangan dalam
menjalankan praktek berbangsa dan bernegara, itulah salah satu penyebab
perubahan konstitusi di Indonesia. Semangat bangsa Indonesia begitu besar
ketika hendak mengumandangkan kemerdekaanya, apalagi telah mendapatkan
persetujuan dari pihak Jepang yang pada waktu itu secara resmi masih menjajah
Indonesia dan mempersilahkan untuk mempersiapkan kemerdekaannya. Naskah
Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia dipersiapkan pada masa perang dunia,
sehingga mendapat perhatian dari berbagai negara termasuk Jepang dan Belanda.[33]
Suasana pada masa itu
tentu saja berbeda dengan masa kemerdekaan yang telah dinikmati bangsa
Indonesia, sehinnga Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan perjalanan waktu
ada yang kurang tepat lagi untuk masa berikutnya, oleh karena itu perlu adanya
peninjauan ulang untuk mengamandemennya, itulah sebabnya kemudian Undang-Undang
Dasar sebagai konstitusi di Indonesia mengalami perubahan. Situasi yang mempengaruhi
perubahan konstitusi juga berasal dari eksternal yaitu negara asing khususnya
Belanda yang mempropaganda agar Indonesia tidak berbentuk Negara Kesatuan
tetapi Negara Serikat. Perubahan konstitusi berarti juga perubahan sistem
ketatanegaraan, sejak awal Pancasila dan UUD 1945 tidak lapang jalannya karena
kolonialis Belanda selalu ingin menancapkan kembali kekuasaannya. Desakan
Belanda ini begitu kuat sehingga memaksa bangsa Indonesia harus berpikir
politis dalam rangka mengelabui Belanda, walaupun menyetujui himbauan Belanda
untuk menjadi negara Serikat tetapi tidak berlangsung lama.
Keadaan yang
mempengaruhi perubahan konstitusi di Indonesia juga berasal dari internal
(dalam negeri) yang beraneka ragam desakan dalam hal menjalankan sistem
ketatanegaraan, namun hal itu juga akibat dari faktor eksternal, yaitu
perubahan dari negara Serikat kembali ke NKRI, untuk mengelabui Belanda maka
UUD yang dipergunakanpun tidak menggunakan UUD 1945 tetapi menggunakan UUDS
1950. Akibat dari perubahan konstitusi maka berubah pula sistem ketatanegaraan
Indonesia waktu itu. Situasi yang genting bisa mempengaruhi perubahan
konstitusi, karena sistem ketatanegaraan tidak dijalankan dengan baik,
pemerintahan kacau dan terjadi ketidak percayaan dalam menjalankan pemerintahan,
maka melalui dekrit persiden kembali menggunakan UUD 1945. Presiden mengambil
alih kepemimpinan nasional, konstitusi. Perubhan konstitusi sangat dimungkinkan
karena di dalam UUD 1945 sendiri mengatur prinsip dan mekanisme perubahan UUD
1945, yaitu termuat dalam Pasal 37 UUD 1945. Secara filosafis UUD 1945 telah
mencampurkan antara paham kedaulatan rakyat dengan faham integralistik,
sehingga mempengaruhi sistem demokrasi yang tidak bisa berjalan dengan
sempurna. Rakyat merasa banyak dirugikan, demokrasi terberangus dan lain
sebagainya kemudian terjadi tuntutan perubahan sistem ketatanegaraan yang
berawal dari perubahan konstitusi, maka untuk menjadi konstitusi yang kuat
harus dilakukan perubahan, agar dapat memfasilitasi bagi tampilnya konfigurasi
politik dan pemerintahan yang demokrasi.[34]
C.
Kesimpulan
1.
Konstitusi di
Indonesia selalu mengalami perubahan, yang pertama kali berlaku adalah UUD
1945, kemudian disusul UUD RIS pada tahun 1949 merupakan konstitusi kedua yang
mengakibatkan bentuk Negara Kesatuan berubah menjadi Negara Serikat. UUDS 1950
merupakan konstitusi yang ketiga, walaupun kembali kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia, tetapi sistem pemerintahannya adalah Parlementer sampai
dikeluarannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945
yang berlaku hingga reformasi yang menghantarkan amandemen UUD 1945 ke empat
kali dan berlaku sampai sekarang.
2.
Perubahan
konstitusi di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah bahwa
penyususnan rancangan UUD yang dilakukan oleh BPUPKI sangat tergesa-gesa
sehingga belum begitu sempurna. Desakan dari Belanda juga merupakan faktor
penyebab berubahnya konstitusi, hingga terjadinya pergeseran politik hukum di
Indonesia yang menuntut amandemen UUD 1945, dan berpengaruh pada berubahnya sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia.
[7]Muh, Mahfud MD. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia,
Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta:
Rineka Cipta. 2003, h. 12
[13]M. Agus, Santoso. Kajian Hubungan Timbal Balik Antara Politik
dan Hukum, Jurnal Ilmiah Hukum “YURISKA” Vol. I No. I FH UWGM Samarinda,
Agustus 2009, h. 125
[16]Wiryono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia,
Dian Rakyat, Jakarta, 1989, h. 10.
[17]Dahlan Thaib, Jazim Hamidi,
Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 3.
[18]Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Pusat Studi Hukum Tata Negara, FHUI Jakarta, 1976, h. 65
[19]Bintan Regen Saragih, Perubahan Penggantian dan Penetapan UUD di
Indonesia, CV. Utama, Bandung, 2006, h. 4.
[20]Jimly Asshidiqie. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi
dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-Van Horve, 1994, h. 13.
[24] Moh. Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: FH UI, 1983, hlm. 96.
[25] Kus Eddy Sartono, Kajian
Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan Sampai Era Reformasi, HUMANIKA Vol.
9 No. 1, Maret 2009, hlm. 101.
[26] Morissan, Hukum Tata Negara RI
Era Reformasi, Jakarta: Ramdina Prakarsa, 2005, hlm. 32
[27] Agustin Terang Narang, Reformasi
Hukum; Pertanggungjawaban Seorang Wakil Rakyat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2003, hlm. 14.
[28] Lukman Hakim Saifuddin (anggota
F-PPP DPR), Negara RI atau Pemahaman Kita Yang Bukan-Bukan?, artikel Kompas, 28
Agustus 2003.
[29] Permandangan Umum Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2002
[30] Muh, Mahfud MD, Demokrasi dan
Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan
Ketatanegaraan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 176
[31] Kaelan, Pendidikan Pancasila,
Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2004, hlm. 177.
[32] Jimly Assiddiqie, Pokok-Pokok
Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia,
2007, hlm. 98
No comments:
Post a Comment